Jakarta (ANTARA) - Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) meminta agar aturan  yang ada memberi peran lebih besar kepada pengelola apartemen untuk mencegah prostitusi daring (online).

Asosiasi yang menaungi para pengelola apartemen profesional ini menegaskan selama ini pencegahan dugaan tindakan pidana di apartemen, termasuk praktik prostitusi "online", terkendala persoalan hak azasi manusia (HAM) dan ranah privat.

Anggota Dewan Penasehat P3RSI, John Keliduan dalam keterangan tertulis, Senin, menjelaskan pengelola apartemen seringkali terkendala mengambil tindakan saat sudah masuk dalam ranah privat dan penghuni melakukan aktivitas di unit apartemen.

“Dilemanya di situ, oknum bisa membawa orang dengan mengaku saudara. Kita perlu berhati-hati untuk menetapkan dasar kita mendeteksi dan mengambil tindakan karena bisa lari ke HAM. Mereka bertopeng ke situ,” ungkap John.

Menurut John, pengelola perlu dilindungi dengan aturan hukum yang kuat saat harus memasuki ranah privat para penghuni. Aturan tersebut antara lain dapat berupa kesepakatan bersama dengan Dinas Perumahan dan Kepolisian (Polsek dan Polres) setempat saat harus mengambil tindakan.

Melalui kesepakatan bersama tersebut, pengelola dapat langsung berkomunikasi dengan Dinas Perumahan dan Kepolisian ketika menemukan hal-hal mencurigakan. Dengan demikian, proses penegakan hukum bisa cepat dilakukan dan praktik prostitusi "online" di apartemen yang sudah meresahkan dapat ditekan.

John menjelaskan, dalam mencegah prostitusi "online", para pengelola di bawah naungan P3RSI telah melakukan berbagai langkah seperti penyuluhan berkala, pemasangan spanduk di wilayah apartemen, hingga imbauan keamanan dan ketertiban apartemen agar dijaga ketat.

Baca juga: Kolaborasi pengelola apartemen-polisi solusi atasi prostitusi daring
Baca juga: Komisi Anak minta apartemen berpotensi prostitusi diawasi
Anak-anak korban kasus prostitusi atau eksploitasi seksual anak di bawah umur saat jumpa pers di Mapolres Jakarta Utara, Senin (10/2/2020). Polres Jakarta Utara mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan korban sembilan orang anak di bawah umur di Apartemen Gading Nias Residence, Kelapa Gading, Jakarta Utara. ANTARA/Fauzi Lamboka/am.
Ia berharap hal serupa dapat dikolaborasikan dengan Dinas Perumahan dan Kepolisian.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang 2021 terdapat 35 kasus prostitusi "online" di mana 41persen terjadi di hotel, 23 persen apartemen (DKI tertinggi), dan sisanya wisma kos-kosan dan tempat lain.

“Kami sangat resah dengan situasi ini dan butuh dukungan dari Dinas Perumahan dan Kepolisian,” kata John.

Kepala Bidang Regulasi dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, Ledy Natalia menegaskan, pihaknya telah menindak tegas oknum agen maupun pemilik hunian yang tidak bertanggung jawab.

Sesuai tata tertib hunian, penyewaan unit tidak boleh di bawah tiga bulan, apalagi sewa harian atau jam, jelasnya.

Menurut Ledy, terhadap pelanggaran pertama akan diberikan teguran dan saat diulang kedua kali langsung "blacklist" baik pemilik maupun agen properti yang menyewakan sehingga tidak boleh masuk lagi karena dianggap melanggar ketertiban umum dan asusila.

“Dinas perumahan maupun pengelola tidak bisa langsung menggerebek unit karena itu area privat, nanti kami akan dituduh melakukan pelacakan yang sanksinya pidana. Jadi memang perlu kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pengelola rumah,” kata Ledy.
Baca juga: Prostitusi anak diungkap polisi di Apartemen Gading Nias Residence
Baca juga: Petugas gerebek prostitusi daring di Apartemen Kebagusan City

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021