Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Prihatmo Hari Mulyanto meyakini pertumbuhan industri reksadana akan tetap tumbuh positif pada 2021 sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang mulai pulih dari krisis akibat pandemi.

Menurut Prihatmo, agen penjual reksadana (Aperd) digital akan tetap memainkan peran penting dalam memacu pertumbuhan industri reksadana. Keberadaan Aperd digital dinilai berhasil mendorong anak muda, milenial, dan digital savvy untuk mulai berinvestasi dalam dua tahun terakhir.

"Profil investor yang semakin bergerak ke usia muda dan data penjualan produk investasi melalui agen fintech yang terus meningkat, adalah bukti digitalisasi di capital market berlangsung sangat masif dan berdampak signifikan," ujar Prihatmo melalui keterangan di Jakarta, Senin.

Baca juga: MI sebut pentingnya diversifikasi aset di tengah volatilitas pasar

Data menunjukkan lebih dari 50 persen investor memiliki rekening investasi di Selling Agent Fintech. Menariknya, jumlah investor berusia di bawah 30 tahun atau sampai dengan 40 tahun telah mencapai lebih dari 70 persen.

Jumlah investor reksa dana di 2020 sudah tumbuh 78 persen menjadi 3,2 juta dibandingkan akhir Desember 2019. Sedangkan per Maret 2021 jumlahnya meningkat lagi menjadi 3,5 juta.

Peningkatan jumlah investor ritel selama pandemi bisa jadi disebabkan oleh bergesernya perilaku milenial dalam membelanjakan uangnya. Larangan traveling mendorong anak muda mengalokasikan budget plesiran ke rekening investasi.

"Selain dipicu oleh teknologi dan perubahan perilaku konsumen, faktor lainnya adalah meningkatnya literasi masyarakat terkait produk keuangan khususnya investasi. Hal ini terwujud berkat program edukasi yang dilakukan bersama oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Self Regulatory Organizations (SRO), para pelaku, dan asosiasi," ujar Prihatmo.

Agen penjual reksa dana daring atau digital memang mulai menjamur beberapa tahun terakhir. Beberapa nama yang mencuri perhatian antara lain Bibit.id atau Bibit, Bareksa, E-mas dan Tanamduit.

Baca juga: Insight fokus genjot produk investasi berbasis syariah

CEO Bibit Sigit Kouwagam mengatakan, perusahaan selalu berupaya untuk jeli dalam menetapkan target pasar, pemilihan bisnis model dan waktu atau timing terjun ke bisnis tersebut.

"Kami membidik investor pemula, para anak milenial yang terbiasa dengan penggunaan teknologi digital dan memiliki keinginan memiliki investasi. Kami ingin para pemula ini bisa berinvestasi secara benar," ujar Sigit.

Berinvestasi secara benar itu, lanjut Sigit, maksudnya adalah investor dapat mencapai hasil investasi yang optimal namun tetap memperhitungkan risiko.

"Kami berupaya membiasakan investor untuk menyeimbangkan antara target return dan risk tolerance serta konsisten melakukan diversifikasi aset. Kami percaya, investasi yang baik itu adalah investasi untuk jangka panjang dan dilakukan secara konsisten," kata Sigit.

Karena menyasar para investor pemula, Bibit menciptakan daya tarik dengan memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi dalam nominal sangat kecil. Bahkan, dengan duit Rp10.000, pengguna bisa membeli reksadana di Bibit.

"Jadi, investasi reksadana itu tidak mahal. Di platform Bibit, siapapun bisa membeli dan berhak mendapatkan return yang sama serta pelayanan yang sama. Kami ingin mendemokratiskan pasar modal dan menjadikan investasi sebagai sesuatu yang inklusif,”’ ujarnya.

Terkait waktu, Bibit merasa masuk ke bisnis reksadana daring tersebut di saat yang tepat. Pemicu utamanya adalah langkah regulator yang mengizinkan electronic know your customer (e-KYC) untuk proses registrasi nasabah.

"Dampaknya sangat signifikan karena memberikan kemudahan luar biasa dalam akuisisi nasabah," kata Sigit.
 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021