Jakarta (ANTARA) - KPK telah menyerahkan memori banding dalam perkara dugaan penerimaan suap oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.

"Setelah mempelajari putusan terdakwa NHD (Nurhadi) dan RH (Rezky Herbiyono) pada Jumat, 30 April 2021, Jaksa KPK Nur Haris Arhadi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menyerahkan memori banding," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.

Pada 10 Maret 2021, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis kepada Nurhadi dan Rezky Herbiyono dengan hukuman 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan karena terbukti menerima suap sejumlah Rp35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,787 miliar.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Nurhadi divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan sedangkan menantunya Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantu divonis 6 tahun penjara
Baca juga: Hakim tak bebankan uang pengganti kepada mantan Sekretaris MA Nurhadi
Baca juga: Jaksa KPK langsung nyatakan banding atas vonis Nurhadi


"Adapun alasan banding Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), antara lain memandang adanya beberapa pertimbangan majelis hakim tingkat pertama yang belum mengakomodir terkait fakta-fakta persidangan mengenai nilai uang yang dinikmati oleh para terdakwa," ungkap Ali.

Majelis hakim PN Tipikor menyatakan Nurhadi dan Rezky tidak diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp83,013 miliar subsider 2 tahun penjara sebagaimana tuntutan JPU.

"KPK berharap majelis hakim tingkat banding mempertimbangkan dan memutus sebagaimana apa yang disampaikan oleh Tim JPU dalam uraian memori banding dimaksud," tambah Ali.

Alasan majelis hakim tidak menjatuhkan kewajiban pembayaran uang pengganti adalah karena uang yang diterima Rezky adalah uang pribadi yang bukan uang negara sehingga majelis berkesimpulan tidak ada kerugian negara.

Dalam dakwaan pertama, majelis hakim menilai Nurhadi dan Rezky hanya terbukti menerima suap senilai Rp35,726 miliar dari Hiendra Soenjoto terkait pengurusan dua gugatan.

Jumlah uang suap tersebut juga berbeda dengan tuntutan JPU KPK yang menyatakan keduanya menerima suap sejumlah Rp45,726 miliar dari Hiendra Soenjoto.

Suap tersebut diberikan terkait gugatan antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mengenai perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Gugatan kedua adalah gugatan Hiendra Soenjto melawan Azhar Umar.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Nurhadi bersama-sama dengan Rezky juga dinilai terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp13,787 miliar.

Gratifikasi yang terbukti tersebut berbeda dengan tuntutan JPU KPK yang menyatakan keduanya menerima sebesar Rp37,287 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021