Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta aparat Kepolisian menertibkan penambangan batubara ilegal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang berada di sekitar calon ibu kota negara baru, karena menyebabkan kerusakan lingkungan.

“Aktivitas tambang ilegal ini bukan hanya merusak lingkungan dan ekosistem di Kabupaten Berau saja, tapi berimbas ke kabupaten lain yang berdampingan langsung yaitu Kutai Timur yang notabene calon ibu kota negara baru," kata LaNyalla dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Dia menilai ada sembilan titik tambang ilegal yang beroperasi di Berau, dan yang membuat miris adalah praktik penambangan tersebut dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, bahkan di dekat pemukiman penduduk.

Baca juga: DPD RI dukung Mendagri inventarisir Perda hambat masuk investasi
Baca juga: Ketua DPD: Percepatan penetapan KPI pacu pertumbuhan ekonomi daerah
Baca juga: Ketua DPD ajak kaum buruh bantu pemerintah atasi pandemi


Menurut dia, kondisi tersebut sangat ironis bagi pemerintah yang sedang mempersiapkan pembangunan ibu kota baru karena kalau dibiarkan, akan berakibat fatal.

"Pertambangan ilegal ini tidak memiliki rencana reklamasi dan pasca-tambang. Setelah aktivitas selesai biasanya wilayah pertambangan dibiarkan tanpa dikembalikan fungsinya, akibatnya kualitas air dan tanah menurun," ujarnya.

Dia menilai, dalam mempersiapkan ibu kota negara, segala hal perlu diperhatikan termasuk wilayah sekitar harus bersih dari aktivitas ilegal.

Menurut dia, aktivitas penambangan ilegal tersebut sudah masuk dalam ranah hukum sehingga Polri harus melakukan tindakan.

"Itu termasuk tindak pidana, karena tidak ada izin, tidak ada analisis dampak lingkungan (amdal), tidak ada jaminan keselamatan pekerja. Polisi harus turun langsung bersama Kodim dan Forkopimda," katanya.

Dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, pada Pasal 158 menyebutkan setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin, maka dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021