Ini bentuk persahabatan yang erat dua negara
Batam (ANTARA) - "Ye...ye... Ayah balik ... Ayah balik!" Zakaria (4) bernyanyi riang. Dengan muka penuh senyum, ia memeluk kaki ayahnya dengan erat, lalu menciumnya bahagia.

Seperti mimpi, Zakaria akhirnya bisa berjumpa lagi dengan ayahnya, Gusti Riyandi (26) yang sempat ditahan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) karena tidak sengaja memasuki wilayah Negara Jiran saat mencari ikan.

Istri Riyandi yang menunggu di Pelabuhan Batuampar Batam gemetar. Ia menggendong si bungsu, tangan kanan memegang putri sulungnya, dan yang kiri menggenggam tangan Zakaria yang bertelanjang kaki.

Ia memandang belahan jiwa dengan lekat, sebelum akhirnya pasrah dipelukan sang suami. Tangisnya pecah tak terbendung. Begitu juga Riyandi yang menangis. Air matanya membasahi jilbab sang istri.

"Aku kira abang tidak bisa Lebaran di rumah. Orang bilang kalau sudah ditangkap Malaysia susah keluarnya," kata dia berupaya menahan tangis.

Riyandi yang sempat merenggangkan pelukan kembali merengkuh tubuh istrinya. Keluarga kecil itu berpeluk-pelukan sambil menangis di tepi dermaga Pelabuhan Batuampar yang lengang.
Kepala Kantor Kamla Zona Maritim Barat Laksamana Pertama Hadi Pranoto memberikan nasihat kepada nelayan Batam Abdul Rahman (baju hijau) dan Gusti Riyandi (baju putih) setibanya di Dermaga Pelabuhan Batuampar, Batam, Senin (26/4). ANTARA/ Naim 

Ditangkap APMM

Malam itu, Sabtu (10/4), Riyandi dan pamannya pamit pergi ke laut mencari ikan. Dengan kapal kayu bermesin tempel, Riyandi dan Abdul Rahman bergabung bersama nelayan asal Tanjunguma, Batam lainnya.

Belasan nelayan sudah berada di tengah laut. Kedua paman dan anak itu rupanya sudah terlambat. Saat mereka baru merentangkan jaring, nelayan Tanjunguma lain sudah bersiap untuk berkemas pulang.

Bertekad untuk mencari nafkah bagi anak dan istri, kelamnya malam tidak menjadi hambatan. Gusti Riyandi dan Abdul Rahman tetap melanjutkan kegiatannya.

Namun, ia tidak sadar telah pergi jauh dari perairan Indonesia. Kapal milik Abul Rahman dengan tenang memasuki wilayah perairan Malaysia.

Lampu terang di kapal kayu yang membelah gelapnya malam memudahkan patroli Malaysia menemukan Abdul Rahman dan Gusti Riyandi, bagai penyusup di negeri orang.

Mimpi buruk itu menjadi kenyataan.

Kapal patroli Maritim Malaysia mendekat. Petugas memberikan kode agar kapal Riyandi tidak lari.

Namun sebaliknya. Abdul Rahman yang kaget justru memacu kapalnya bersama Riyandi. Keduanya ketakutan, hendak melarikan diri.

"Demi Allah saya tidak berbuat macam-macam. Saya hanya mencari nafkah untuk anak isti. Anak saya masih kecil. Tidak ada niat sedikit pun," kata Riyandi saat ditemui di dalam KN Bintang Laut milik Bakamla yang datang menjemputnya. Riyandi menunduk, meremas kedua tangannya. Matanya berembun.

Kedua paman dan kemenakan itu memang sepakat untuk kabur menghindar dari kejaran kapal patroli pihak Malaysia. Mereka tidak ingin ditangkap. Mereka ingin kembali ke dekapan orang-orang tercinta di Batam.

Petugas patroli Maritim Malaysia hanya menjalankan tugasnya. Bagi mereka, ada pihak asing yang berupaya masuk ke wilayah negara. Tentu saja mereka berusaha melakukan pengamanan.

Beberapa kali tabrakan antarkapal terjadi, sampai akhirnya Gusti Riandi dan Abdul Rahman pasrah. Kapalnya diikat ke kapal patroli. Keduanya menaiki kapal penjaga maritim Malaysia, pasrah.

Di kapal, petugas Malaysia menanyai kedua nelayan itu, mengapa mereka melarikan diri.

"Kami bilang, karena takut. Kami mau pulang," kata Gusti Riyandi.

Keduanya pun dibawa ke pangkalan Maritim Malaysia, untuk diinterogasi. Keduanya tiba di Tahanan Reman sekitar pukul 12.00 waktu setempat.


Hidayah Ramadhan

Kejadian malam itu begitu cepat. Kedua warga Tanjunguma itu bahkan tidak sempat menarik satu ikan pun ke dalam kapal, karena jala baru direntang.

Hari berganti pagi, kedua nelayan semakin pasrah akan nasibnya.

"Kami mengaku salah. Kami mohon maaf," kata Abdul Rahman.

Minggu (11/4), malam pertama Ramadhan. Abdul Rahman dan keponakannya berdua dalam sel yang sunyi. Sebagai Muslim, keduanya merasa terpukul. Ini awal Ramadhan yang amat berat.

Petugas Malaysia mengantarkan baju bersih, sajadah dan Al Quran untuk Abdul Rahman dan Gusti Riyandi.

Petugas Negara Jiran memberikan perhatian kepada kedua nelayan yang berada dalam ketakutan. Mereka menyiapkan perlengkapan agar Abdul Rahman dan Gusti Riyandi dapat menjalankan ibadah Ramadhan.

"Malam itu kami Shalat Tarawih berdua di dalam sel. Saya yang menjadi imam," kata Abdul Rahman tertunduk.

Meski hanya berdua, di dalam ruangan sel yang muram, paman-kemenakan itu bertekad tidak akan menyia-nyiakan kesempatan meraup pahala Ramadhan.

Bahkan, Abdul Rahman ingin memanfaatkan waktu di dalam tahanan untuk beribadah.

Keduanya mengambil Al Quran yang diberikan petugas. Memulai tilawah dan tidak henti-hentinya membaca firman Allah, berharap ridho pemilik alam.

"Kami mengaji. Sebenarnya selama ini juga mengaji kalau ada waktu. Tapi di dalam sel, kami punya banyak waktu, jadi mengaji saja di sana," kata Abdul Rahman.

Sahur dan buka puasa pertama menjadi momen paling menyedihkan. Apalagi bagi Riyandi, yang selama ini selalu disuguhkan makanan oleh istri tercinta.

Pemerintah Malaysia memang menyiapkan makanan untuk sahur dan berbuka. Menurut Riyandi, makanannya pun terbilang enak.

"Tapi, tetap lebih enak makanan di rumah," ucapnya sayu.

Selama 15 hari berada di dalam tahanan, keduanya mengaku diperlakukan sangat baik. Paman-kemenakan itu tidak mendapat kekerasan apa pun dari aparat Negeri Jiran.

Meski begitu, Riyandi mengaku trauma dan bertekad tidak mengulangi kesalahannya.
 
Nelayan Batam, Gusti Riyandi dan Abdul Rahman diantar petugas Maritim Malaysia ke Kapal Bakamla, RI, Senin (26/4).  ANTARA/ Naim

Pulang
Sementara kedua nelayan naas itu berada di sel, Konsulat Jenderal RI Johor Bahru dan Bakamla RI terus bekerja untuk dapat membebaskan keduanya.

Hubungan baik antardua negara dijadikan kunci untuk membawa pulang nelayan kembali ke Tanah Air.

KJRI menghubungi APMM, begitu pula Bakamla. Kepala Kantor Kamla Zona Maritim Barat Laksamana Pertama Hadi Pranoto langsung menelpon Pengarah Maritim Negeri Johor Laksamana Pertama Nurul Hizam bin Zakaria.

Dan disepakatilah, bahwa Bakamla yang menjemput Abdul Rahman dan Gusti Riyandi langsung perairan sekitar perbatasan antarnegara, pada Senin (26/4).

Maka Senin pagi KN Bintang Laut berlayar, khusus menjemput dua WNI itu.

"Ini bentuk persahabatan yang erat dua negara, Indonesia dan Malaysia," kata Hadi.

Pengembalian nelayan yang masuk wilayah negara lain tanpa sengaja itu memberikan gambaran, bahwa hubungan baik antarnegara sahabat mampu menyelesaikan persoalan apa pun juga.

Hubungan baik dua negara memberikan kenyamanan dan rasa keamanan bagi segenap pengguna laut di lokal maupun di kawasan.

Menurut Hadi, kedua nelayan itu dibebaskan karena pada diri dan kapal tidak ditemukan barang-barang yang mencurigakan untuk diselundupkan, apalagi narkoba.

Bahkan, dalam kapal dua nelayan tidak ditemukan ikan. Karena mereka memang baru saja hendak menjaring.

Pengarah APPM Negeri Johor Laksamana Pertama Nurul Hizam bin Zakaria yang datang menggunakan kapal besarnya mengatakan hubungan baik antarnegara dan antarlembaga maritim dua negara itu harus terus dieratkan demi keamanan perairan bersama.

"Karena kita berkongsi selat yang sama, kita berkongsi air yang sama, laut yang sama, kita harap dapat kerja sama membasmi segala bentuk kejahatan terutama dadah (narkoba)," kata dia.

Kepada nelayan Indonesia dan Malaysia, ia berharap mempelajari ilmu kelautan, agar tidak melanggar wilayah kedaulatan negara saat mencari ikan.

"Kepada nelayan, saya harap selepas ini belajar ilmu kelautan supaya lebih tahu tahu tentang sempadan. Kalian (Abdul Rahman dan Gusti Riyandi) masih muda. Masih panjang jalan," kata dia.
 
Petugas Bakamla RI menjemput nelayan Batam, Abdul Rahman dan Gusti Riyandi menggunakan KN Bintang Laut, Senin (26/4).  ANTARA/ Naim 

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021