Targetnya bendungan ini dapat mengairi sawah seluas 13.579 hektare daerah irigasi eksisting dan 1.940 hektare daerah irigasi baru, menyediakan air baku 1.500 liter per detik,...
Yogyakarta (ANTARA) - Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak Dwi Purwantoro menyatakan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dibangun untuk kepentingan rakyat karena memiliki beragam manfaat di berbagai sektor yang akan dirasakan masyarakat sekitar jika infrastruktur itu selesai dibangun.

"Targetnya bendungan ini dapat mengairi sawah seluas 13.579 hektare daerah irigasi eksisting dan 1.940 hektare daerah irigasi baru, menyediakan air baku 1.500 liter per detik, sebagai pembangkit listrik sekitar enam megawatt. Selain itu, mengurangi banjir, dan untuk potensi pariwisata. Jadi intinya pembangunan Bendungan Bener ini semata-mata untuk kepentingan rakyat," katanya dalam konferensi pers di Kantor BWWS Serayu Opak Yogyakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut sekaligus menanggapi informasi yang berkembang bahwa masyarakat sekitar proyek tidak mendukung bahkan menolak program pembangunan Bendungan Bener, namun menurutnya itu merupakan kabar yang dihembuskan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Baca juga: DPRD Jateng minta Ganjar turun tangan kasus Bendungan Bener

Dia mengatakan dengan tujuan serta dampak positif bagi masyarakat,  Bendungan Bener yang akan menjadi tertinggi di Indonesia dengan ketinggian waduk 159 meter, panjang timbunan 543 meter, dan lebar bawah sekitar 290 meter itu mendapat dukungan warga wilayah Kecamatan Bener, Purworejo.

"Jadi jika akhir-akhir ini muncul ada warga yang tidak setuju, menolak bahkan kemudian muncul pula aksi-aksi demo disertai tindakan anarkis, merupakan ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan-tujuan tertentu demi kepentingan pribadi," katanya.

Dwi Purwantoro mengatakan mengingat banyaknya dampak positif dari bendungan tersebut,  persetujuan dan dukungan warga sangat dibutuhkan ketika nanti bendungan rampung dikembangkan sebagai destinasi wisata yang pengelolaannya dikembalikan ke masyarakat setempat, sehingga mampu meningkatkan ekonomi warga.

"Proses sosialisasi sudah dilaksanakan sejak periode perencanaan desain bendungan, perencanaan pengadaan tanah, penyusunan dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) hingga proses konstruksi dan pembayaran uang ganti rugi," katanya.

Baca juga: Kementerian PUPR buat rumah khusus relokasi dampak Bendungan Kuningan

Menurut dia, ada delapan desa di Kabupaten Purworejo yang akan terdampak langsung  megaproyek ini, yaitu tujuh desa di Kecamatan Bener, yakni Wadas, Bener, Kedung Loteng, Nglaris, Limbangan, Guntur, dan Karangsari. Sedangkan satu desa lainnya di Kecamatan Gebang, yakni Desa Kemiri.

"Besaran uang ganti rugi yang signifikan dibanding harga pasar tanah telah disetujui mayoritas warga setempat. Hal ini menjadi fakta nyata bahwa tidak benar adanya kabar jika warga tidak menyetujui atau bahkan menolak pembangunan bendungan ini," kata Kepala BBWS Serayu Opak Yogyakarta.

Dwi juga menjelaskan konsep pemanfaatan wadas untuk pembangunan bendungan juga berpihak pada kepentingan masyarakat, di mana wadas akan digali material batunya melalui proses pengadaan tanah dahulu, proses penggalian mengambil untuk kebutuhan kurang lebih 8,5 juta meter kubik selama tiga sampai empat tahun, lalu dilakukan penimbunan kembali.

"Proses penggalian material mengakibatkan habis dan berujung pada kerusakan lingkungan secara permanen tidak benar karena pasca-penggalian akan dilakukan penimbunan atau reklamasi," katanya.

Dia melanjutkan setelah reklamasi dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat setempat sebagai wahana budi daya tanaman atau perkebunan, yang otomatis dapat menunjang sektor pariwisata dan berdampak pada meningkatnya taraf ekonomi masyarakat.

"Maka tidak benar bila muncul kabar dampak penggalian atau penambangan masyarakat  akan kehilangan pekerjaan, hasil galian meninggalkan lubang yang akibatnya merusak lingkungan, apalagi dalam proses eksploitasi kami juga melibatkan masyarakat setempat," katanya.

Pewarta: Hery Sidik
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021