Jakarta (ANTARA) - Ahli Genetika Molekuler dan Biokimia, Halida P Widyastuti menyatakan jika tingkat kepesertaan vaksinasi masih bergerak lambat, Indonesia diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 10 tahun untuk mencapai target kekebalan komunal atau 'herd immunity' dari ancaman penularan COVID-19.

"Vaksinasi kita rate-nya masih rendah, hanya 2,2 persen dari populasi. Pemerintah menargetkan vaksinasi harus 1 juta orang per bulan, tapi rate ini diperkirakan merendah lagi, karena ada embargo dari negara produsen vaksin seperti India," kata perempuan yang aktif di PT Kalbe Farma melalui tayangan webinar Media Gathering bertajuk "Percepatan Penanganan dan Pemulihan COVID-19" yang digelar International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) di Jakarta, Senin.

Baca juga: Satgas COVID-19: Kekebalan individu setelah vaksinasi belum teruji

Hilda mengemukakan tingkat kepesertaan vaksinasi di Indonesia berjalan sangat lambat karena berbagai faktor, seperti ketergantungan pada impor vaksin hingga keterbatasan bahan baku serta infrastruktur penyimpanan vaksin. Selain itu, masih ada keraguan sebagian masyarakat untuk menerima vaksin yang disediakan pemerintah.

Melihat situasi yang terjadi sekarang, kata Hilda, penting untuk mengevaluasi kembali apakah kebijakan yang sudah diimplementasikan oleh pemerintah efektif dalam pengendalian pandemi.

"Selama ini ada karantina wilayah, pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), ganjil-genap dan lainnya ini sebenarnya memiliki tingkat kesuksesan yang rendah, sebab ada celah, seperti membolehkan sekian orang bekerja di kantor," katanya.

Padahal, kebijakan itu seharusnya ditaati dan dilakukan untuk membatasi pergerakan masyarakat supaya virusnya tidak menyebar.

"Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memproyeksikan vaksinasi rate akan turun dari 1 juta orang per bulan jadi 500 ribuan. Ini akan mempengaruhi proses pembentukan 'herd immunity'. Berdasarkan perkiraan Universitas Jhon Hopkins, dibutuhkan sekitar 10 tahun untuk Indonesia mencapai 'herd immunity' jika kecepatan vaksinasi kita tetap seperti sekarang," katanya.

Menurut Profesor Gypsyamber D’Souza dari Johns Hopkins University, herd immunity adalah kekebalan komunal yang terbentuk ketika hampir seluruh orang dari sebuah populasi memiliki kekebalan (imun) terhadap suatu penyakit. Adapun sebagian kecil yang lainnya akan terlindungi meski tidak memiliki kekebalan yang sama.

Sebagai contoh, ketika 80 persen orang dalam satu populasi kebal terhadap penyakit, itu berarti empat dari lima orang yang berinteraksi dengan orang yang sakit, tidak akan ikut jatuh sakit karena sudah memiliki kekebalan tubuh.

Baca juga: Pemerintah percepat terwujudnya "herd immunity"

Baca juga: Epidemiolog nilai vaksinasi mandiri bantu capai kekebalan kelompok


Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa kemungkinan penyebaran penyakit rendah, sehingga tidak lagi menyebabkan banyak kasus. Pada tahap inilah herd immunity terbentuk.

Hilda menyarankan sejumlah solusi untuk mempercepat proses vaksinasi COVID-19, seperti pemberlakuan kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan, memperketat pergerakan masyarakat dengan didukung bantuan sosial yang mencukupi.

"Kita juga harus meningkatkan kapasitas tes dan pelacakan kontak. Kita harus bisa melatih teknisi laboratorium sebanyak mungkin dan meningkatkan kapasitas laboratorium di seluruh Indonesia," katanya.

Selain itu, pemerintah juga perlu mengintensifkan kampanye vaksinasi agar muncul keinginan masyarakat untuk ikut serta.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021