Jakarta (ANTARA) - Pemerhati pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji mengatakan pembelajaran daring idealnya memadukan metode asinkronus dan sinkronus.

“Seharusnya pembelajaran daring memadukan sinkronus dan asinkronous, tetapi kalau kita lihat pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat ini masih sinkronous semua,” ujar Indra dalam peluncuran sekolah daring Bina Bangsa Online School yang dipantau di Jakarta, Sabtu.

Sinkronus merupakan interaksi pembelajaran antara guru dan siswa yang dilakukan pada waktu yang bersamaan, menggunakan teknologi telekonferensi seperti Zoom, Google Meet, dan lainnya. Sementara asinkronus, yakni guru dapat menyiapkan materi lebih dulu dan interaksi pembelajaran dilakukan secara fleksibel dan tidak harus dalam waktu yang sama.

Baca juga: Guru harus miliki kompetensi pembelajaran campuran

Baca juga: Pemerhati: Perlu pemetaan untuk cegah "loss of learning"


Indra menjelaskan yang saat ini terjadi justru lebih banyak dilakukan sinkronus. Akibatnya, siswa menjadi bosan dan mematikan video, padahal pembelajaran dilakukan selama dua menit.

“Idealnya memadukan materi dengan menggunakan sistem manajemen pembelajaran. Siswa dapat mengakses kapanpun dan dimana pun, juga ada panduan bagaimana menyelesaikan pembelajaran,” ujarnya.

Dia menambahkan dalam pembelajaran daring, guru hendaknya menjadi fasilitator yang membantu siswa jika mengalami kendala dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga memberikan motivasi pada anak agar dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.

Kepala Sekolah Bina Bangsa Online School, Lee Ting Jian mengatakan pandemi COVID-19 telah banyak menimbulkan disrupsi dan perubahan yang sangat signifikan di bidang pendidikan.

Sekolah dipaksa untuk beradaptasi sekaligus berlomba dalam menghadirkan kelas maya bagi para siswanya. Tidak semua sekolah berhasil melalui tahapan itu.

“Untuk itu, kami mencoba mengambil peran aktif dalam memajukan kualitas pendidikan di Indonesia, sekaligus mengambil langkah ke depan mempersiapkan kelas maya di masa mendatang,” kata Lee.

Dalam sekolah daring, para siswa akan belajar tiga mata pelajaran yang akan diujikan di A Level, seperti Matematika, Fisika, dan Computer Science. Di bidang bahasa, para siswa akan secara aktif mempelajari Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin. Kedua bahasa itu akan dipakai dalam seluruh kegiatan pembelajaran.

Baca juga: Pembelajaran daring tidak melulu menggunakan kuota internet

Baca juga: Pemerhati: Mendikbud baru, digitalisasi pendidikan makin baik


Selain itu, untuk siswa Indonesia pelajaran seperti Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan akan tetap diajarkan sebagai bentuk penanaman rasa cinta terhadap Indonesia dan budaya Indonesia.

Pihaknya menerapkan konsep Triple E Framework yang dicetuskan oleh Profesor Pendidikan Liz Kolb. Triple E Framework itu membantu siswa untuk berpikir kritis dan memiliki “rate retensi” yang tinggi. Artinya, jika Triple E Framework diterapkan, siswa tetap akan mendapat fasilitas yang sama dengan siswa yang berada di sekolah secara fisik, terlebih dalam hal berpikir kritis.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021