Kecelakaan yang melibatkan angkutan orang (bus) dan angkutan barang (truk) merupakan jenis kecelakaan ketiga terbesar setelah sepeda motor dan mobil pribadi.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan sinergi yang baik antara pemerintah, operator, dan pengguna jasa sangat menentukan keselamatan angkutan jalan.

“Ketiga pihak ini memiliki peran penting dalam mewujudkan keselamatan angkutan jalan, yakni pengguna jasa transportasi (user) harus memberikan kontribusi yang maksimal terhadap ketersediaan sarana transportasi. Kemudian, pemilik dan pengelola (operator) harus memberikan pelayanan dan pengadaan sarana transportasi secara optimal. Terakhir pemerintah (regulator) memberi dan mengeluarkan kebijakan bagi pihak user dan operator dalam sistem transportasi tersebut,” kata Budi Karya dalam webinar 'Sinergi Pemerintah dan Operator dalam Mewujudkan Angkutan yang Berkeselamatan' yang digelar di Jakarta, Selasa.

Budi Karya mengatakan hingga saat ini tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan masih tinggi.

“Kecelakaan yang melibatkan angkutan orang (bus) dan angkutan barang (truk) merupakan jenis kecelakaan ketiga terbesar setelah sepeda motor dan mobil pribadi,” ucapnya.

Baca juga: Menhub targetkan revitalisasi Stasiun Bekasi selesai akhir 2021

Menhub mengatakan Kemenhub merupakan salah satu instansi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan amanat Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pada tahun 2011, Pemerintah telah membuat Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) 2011 – 2035 yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden RI Nomor 4 tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan dengan target mewujudkan 5 (lima) pilar aksi keselamatan jalan.

Kelima pilar tersebut adalah Manajemen Keselamatan Jalan, Jalan Yang Berkeselamatan, Kendaraan Yang Berkeselamatan, Perilaku Pengguna Jalan Yang Berkeselamatan, dan Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan.

“Kemenhub bertanggung jawab terhadap pilar ke tiga, yaitu mewujudkan kendaraan yang berkeselamatan,” katanya.

Baca juga: Legislator: Sinergi semua pihak dibutuhkan untuk wujudkan "Zero ODOL"

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi dalam paparannya menyebutkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas.

“Sebanyak 61% kecelakaan terjadi karena faktor manusia, 30% faktor sarana prasarana, dan 9% faktor pemenuhan persyaratan laik jalan," kata Budi. 

 Dirjen Budi menyebutkan tingkat fatalitas kecelakaan di Indonesia tahun 2001 – 2018 cenderung mengalami peningkatan dibanding dengan Eropa dan Amerika yang fatalitasnya menurun.

“Perilaku pengemudi yang menjadi penyebab kecelakaan yaitu karena tidak menguasai kendaraan seperti: pengereman, tidak menjaga jarak aman, ceroboh saat mau belok, ceroboh saat mendahului kendaraan lain, dan melebihi batas kecepatan,” katanya.

Baca juga: Hino rilis bus R 260 AS dan truk Ranger FLX yang sesuai kebijakan ODOL

Menindaklanjuti hal itu, berbagai upaya telah dilakukan Kemenhub untuk mewujudkan angkutan jalan yang berkeselamatan, yakni pengawasan secara ketat untuk angkutan jalan yaitu keberadaan angkutan illegal (travel gelap, bus tidak berizin), bus antar kota yang tidak masuk terminal, bus pariwisata yang tidak diwajibkan masuk terminal, dan truk over dimensi over loading.

Ditjen Perhubungan Darat juga terus meningkatkan kualitas mutu SDM, persaingan usaha operator yang sehat, sarana prasarana, perusahaan, dan pemanfaatan perkembangan informasi dan teknologi.

“Selain itu, pemerintah terus menciptakan sinergitas antarinstansi pengelola LLAJ yaitu Kemenhub, KemenPUPR, Kemenristekdikti, POLRI, Kemenperin, K/L terkait lainnya, serta BUMN di bidang LLAJ, untuk fungsi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan,” katanya.

Sementara itu, menurut Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, penyebab kecelakaan bus dan truk yang terjadi di Indonesia terdiri dari faktor manusia, kendaraan, dan jalan. Ketiga hal tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan.

Ahmad menuturkan jenis kecelakaan pada bus dan truk yang sering terjadi yaitu karena: rem blong, tabrak depan belakang, hilang kendali, pecah ban, risk journey, dan terbakar.

“Kasus rem blong biasanya sering terjadi karena beberapa sebab yaitu: kondisi jalan menurun, kampas overheat karena rem pedal dipaksa bekerja maksimal, dan  malfungsi,” katanya.

Ia mengatakan tingginya angka kecelakaan kendaraan bus dan truk lebih sering diakibatkan oleh kegagalan pengereman pada jalan menurun dan atau berkelok. Sementara sangat sedikit sekali kasus rem blong pada jalan datar atau lurus.

Ia mengungkapkan prosedur yang seharusnya dilakukan pengemudi bus dan truk untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada saat melewati jalan menurun dan berkelok yaitu dengan menggunakan gigi rendah. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi perputaran mesin, melambatkan putaran roda, dan meringankan kerja dari rem pedal.

Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas tahun 2015 sampai dengan tahun 2020, terdapat 528.058 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 164.093 orang.

Kecelakaan lalu lintas juga menjadi penyebab kematian paling tinggi untuk kelompok usia 15-29 tahun, dan hal itu membawa kerugian besar bagi mereka yang sedang memasuki usia produktif.

Sementara, berdasarkan data Integrated Road Safety Management System (IRSMS) Korlantas Polri, pada tahun 2019, dari 109.244 kejadian kecelakaan, terdapat 29.478 kecelakaan fatal yang mengakibatkan korban meninggal dunia, yang berarti 3-4 orang meninggal dunia setiap jam nya akibat kecelakaan lalu lintas.

Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber dan pembahas yaitu: Ahmad Wildan (KNKT), Agus Pambagio (Pengamat Kebijakan Publik), Prof. Agus Taufik Mulyono (Ketua MTI), Irjen Pol. Istiono (Kakorlantas POLRI), Djoko Setijowarno (Pengamat Transportasi), Antony Stephen Hambali (PO. Sumber Alam), dan Kyatmaja Lookman (PT. Lookman Djaja Logistic).

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021