Ada 9 provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan belanja pegawai lebih tinggi dari belanja modal. Sehingga memiliki keterbatasan untuk mendanai program dan kegiatan yang langsung dapat meningkatkan pelayanan publik
JAKARTA (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Juanda menilai desentralisasi fiskal belum optimal untuk mencapai sasaran pembangunan berkualitas.

“Untuk mencapai sasaran pembangunan berkualitas seperti penurunan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, belum optimal karena banyak daerah-darah yang masih dominan di belanja pegawai,” kata Juanda dalam diskusi daring bertajuk "Apakah otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah efektif dan efisien", Rabu.

Juanda menyebutkan sejumlah daerah justru kebablasan memanfaatkan keleluasaan dalam desentralisasi fiskal, bahkan belanja pegawai di beberapa daerah mencapai 70 persen.

“Ada 9 provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan belanja pegawai lebih tinggi dari belanja modal. Sehingga memiliki keterbatasan untuk mendanai program dan kegiatan yang langsung dapat meningkatkan pelayanan publik,” jelasnya.

Kedepannya, lanjut Juanda, pemerintah perlu mengatur lebih lanjut mengenai belanja daerah yang dicontohkannya dengan kebijakan mandatory spending.

Faktor kedua yang menyebabkan desentralisasi fiskal belum optimal adalah ketidakefisienan pengelolaan keuangan daerah di luar Jawa-Bali.

“Banyak daerah yang kinerja kesehatan fiskalnya masih sedang dan rendah. Misalnya Papua yang kinerja kesehatan fiskalnya berada pada kategori sedang dengan persentase 50 persen,” terangnya.

Juanda memaparkan bahwa kategori pemeringkatan wilayah di Jawa-Bali jauh lebih baik dari pada pemda di luar Jawa-Bali.

“Ini juga yang menjadi penyebab investor lebih banyak di Jawa-Bali, hingga sekarang porsi kontribusinya masih sekitar 60 persen jika dilihat dari pengelolaan keuangan daerah,” ujar dia.

Sedangkan faktor terakhir adalah penyerapan anggaran yang rendah dan tidak optimal utamanya pada belanja modal.

“Untuk belanja infrastruktur atau modal, biasanya di kuartal empat baru penyerapannya mencapai seratus persen, porsi dana desa di perbankan juga makin besar tiap tahunnya,” jelasnya.

Juanda pun menyimpulkan penyerapan anggaran tak optimal karena perencanaan belanja modal daerah yang kurang baik dan belum ditetapkannya kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah (MTEF).

“Barangkali ini perlu diperhatikan juga bagaimana aturan desentralisasi fiskal ke depan,” imbuhnya.

Baca juga: Pakar paparkan penyebab indeks kemandirian fiskal daerah rendah
Baca juga: BPK: Pemkab Badung, Bali satu-satunya daerah capai kemandirian fiskal
Baca juga: Kebijakan fiskal diharapkan berdampak tingkatkan sektor riil daerah


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021