Kemlu dan KBRI terus memonitor perkembangan terakhir dan telah menyediakan akses hotline untuk membantu para WNI
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri menilai belum mendesak melakukan evakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Myanmar, setelah mempertimbangkan situasi terakhir terkait unjuk rasa anti kudeta dan pemberlakuan darurat militer di beberapa bagian negara itu.

Berdasarkan hasil pertemuan daring antara Kemlu RI, KBRI Yangon, dan WNI yang tinggal Myanmar, diperoleh informasi bahwa kondisi WNI di negara itu relatif aman dan tidak ada serangan langsung yang ditujukan kepada para WNI.

“Meskipun demikian, bagi WNI yang tidak memiliki keperluan esensial di Myanmar diimbau agar mempertimbangkan untuk pulang ke Indonesia melalui relief flight (penerbangan yang diperbantukan) yang masih tersedia yaitu Singapore Airlines dan Myanmar Airlines,” demikian keterangan tertulis Kemlu RI, Selasa, merujuk pada penerbangan khusus.

Baca juga: Inggris minta semua warganya tinggalkan Myanmar
Baca juga: Penggunaan kekerasan oleh militer Myanmar disebut telah terkoordinasi


Saat ini tercatat sekitar 50 WNI telah pulang menggunakan penerbangan khusus tersebut.

KBRI Yangon telah menyiapkan Sekolah Indonesia Yangon sebagai lokasi perlindungan (shelter) sementara bagi WNI. Kemlu dan KBRI juga akan membantu pengurusan penerbangan carter jika memang opsi tersebut diminati para WNI.

“Kemlu dan KBRI terus memonitor perkembangan terakhir dan telah menyediakan akses hotline untuk membantu para WNI,” kata Kemlu RI, mengacu pada nomor telepon yang bisa dihubungi untuk keadaan darurat.

Berdasarkan laporan Reuters, pasukan keamanan Myanmar menembak mati sedikitnya 20 pengunjuk rasa pro demokrasi pada Senin (15/3) dan junta memberlakukan darurat militer di beberapa bagian kota utama Yangon.

Pendukung pemimpin terpilih yang ditahan Aung San Suu Kyi kembali turun ke jalan meskipun puluhan pengunjuk rasa tewas pada Minggu (14/3), hari paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021, memicu demonstrasi massa di seluruh negeri.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan 74 orang tewas pada Minggu, banyak di antaranya dalam demonstrasi di Hlaingthaya, sebuah kawasan pabrik.

Secara total, 183 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan dalam beberapa pekan protes terhadap kudeta dan jumlah korban meningkat secara drastis, kata kelompok itu.

Baca juga: Jepang pertimbangkan respons terhadap kudeta militer Myanmar
Baca juga: Pemimpin sipil Myanmar sebut warga harus lindungi diri sendiri


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021