Ini merupakan bentuk kompromi yang kita berikan
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR Muhamad Nur Purnamasidi menilai bahwa kebijakan pengangkatan guru honorer menjadi ASN dengan afirmasi belum mencerminkan keberpihakan pemerintah kepada guru honorer.

"Pemerintah menyampaikan kepada kami skema pengangkatan guru honorer menjadi ASN dengan afirmasi. Ini menurut saya sesuatu yang tidak adil," ujar dia dalam webinar bertajuk "Guru Honorer Nasibmu Kini" di Jakarta, Jumat.

Kebijakan afirmasi dimaksud, yakni guru honorer yang ingin mendapatkan status ASN dalam Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dibebani prasyarat tertentu.

"Pemerintah masih memegang aturan dalam undang-undang ASN sebagai sumber dan dasar hukum pengangkatan atau penerimaan CPNS atau PPPK dengan batas umur," katanya.

Padahal, menurut dia, pengangkatan guru honorer menjadi ASN dapat melalui Keputusan Presiden.

Baca juga: Guru honorer berusia 40 tahun mendapat afirmasi seleksi guru PPPK

Saat rapat kerja dengan Komisi X DPR, ia menyampaikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengusulkan seleksi peserta berusia di atas 40 tahun dan yang statusnya aktif selama tiga tahun terakhir, mendapat nilai kompetensi teknis sebesar 75 poin dari 500 poin atau setara dengan 15 persen.

"Bayangkan, guru yang sudah mengabdi tiga tahun lebih hanya dikasih skor 15 persen," ucapnya

Sampai saat ini, ia mengatakan, Komisi X DPR dan Kemendikbud belum mencapai kesepakatan terkait pengangkatan guru honorer menjadi status ASN.

"Kami di Komisi X masih belum sepakat dari skema yang ditawarkan oleh pemerintah, mudah-mudahan ke depan ada suatu hal yang baru," ucapnya.

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem mengatakan peserta seleksi guru PPPK berusia 40 tahun ke atas akan mendapatkan afirmasi dalam seleksi.

“Peserta-peserta dengan usia 40 tahun ke atas terhitung saat pendaftaran dan berstatus aktif selama tiga tahun berakhir mendapatkan bonus nilai kompetensi teknis sebanyak 75 poin atau 15 persen dari nilai maksimum 500 poin,” ujarnya.

Begitu juga dengan peserta penyandang disabilitas mendapatkan bonus nilai kompetensi teknis sebanyak 50 poin atau 10 persen dari nilai maksimum 500 poin.

Kebijakan tersebut, tambah dia, merupakan kebijakan afirmatif tanpa mengorbankan minimum kompetensi yang dibutuhkan untuk para siswa.

“Ini merupakan bentuk kompromi yang kita berikan. Pertama lindungi siswa kita dan kedua kita berikan afirmasi untuk pengalaman, karena pengalaman itu ada nilainya dan belum bisa dilihat dari tes,” jelas dia.

Baca juga: Ketua DPD: Tingkatkan kesejahteraan guru honorer dengan APBD
Baca juga: Komisi II DPR RI janji perjuangkan nasib guru honorer di Kepri
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021