Harus ada keberpihakan dari Pemprov DKI
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mendorong Pemprov DKI berdayakan UMKM dan sektor informal untuk mencegah pertambahan penduduk miskin sesuai temuan BPS yang menyebut sebagai dampak dari pandemi.

Menurut Gilbert, harus ada keberpihakan dari Pemprov DKI terhadap mereka yang paling terdampak, seperti buruh harian (sektor informal), pedagang kecil (UMKM), dan pengusaha hotel/ restoran/ hiburan.

"Harus ada keberpihakan dari Pemprov DKI, itu datanya bisa diminta dari BPS DKI. Ini harus diberi stimulus positif dan Bappeda harus diisi dengan orang yang kompeten," kata Gilbert saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Peneliti: Efektivitas bantuan sosial sangat tergantung akurasi data

Lebih lanjut, Gilbert mengatakan fenomena penduduk miskin akibat pandemi COVID-19 ini dialami oleh semua provinsi dan yang paling terdampak adalah sektor perekonomian informal dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), namun sektor tersebut hampir tidak ada "sentuhan" berarti dari Pemprov DKI Jakarta.

"Sektor informal hampir tidak ada sentuhan berarti di DKI. UMKM juga hampir tidak ada. Alokasi dari APBD DKI, malah yang ada dari Pusat. Artinya kalau tidak ada usaha untuk mengurangi kemiskinan, maka akan naik di tahun-tahun mendatang," ucapnya.

Bantuan dari pemerintah pusat yang berupa Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) atau BLT UMKM yang dicairkan melalui Bank BRI yang hingga Desember 2020 sudah mencapai Rp18,7 triliun pada 7,8 juta penerima, disebutkan Gilbert, tidak akan cukup untuk menanggulangi dampak dari pandemi, karenanya harus ada peran serta Pemprov DKI.

Baca juga: Peneliti sebut digitalisasi usaha mikro dapat kurangi angka kemiskinan

"Pemprov bisa mengisinya dengan program lain, misalkan tempat usaha yang lebih kondusif bagi situasi pandemi, membantu pemasaran dan peningkatan kualitas produknya," ucap Gilbert.

Gilbert menekankan pada Pemprov DKI agar pengalokasian anggaran menyentuh masyarakat kecil dan tidak hanya mengarahkannya pada proyek-proyek "mercusuar" yang tidak langsung menyentuh masyarakat umum.

"Jangan terus dipertahankan anggaran diisi proyek besar yang kurang menyentuh masyarakat kecil. Harus ingat, tahun 98 ekonomi bangkit karena UMKM. Jargon maju kotanya bahagia warganya jangan terkesan hanya pemanis dan sebatas jargon," tuturnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta melaporkan penduduk miskin bertambah 496.840 jiwa atau 4,69 persen per September 2020, bila dibandingkan Maret 2020 sebesar 4,53 persen.

Baca juga: BPS Sulut sebut rokok masih pengaruhi angka kemiskinan

"Ada kenaikan 0,16 persen, namun kenaikan ini masih relatif kecil," kata Kepala BPS DKI Jakarta, Buyung Airlangga di Jakarta, Selasa (16/2).

Buyung menjelaskan hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) merincikan penduduk miskin itu tersebar di Jakarta Selatan sebanyak 78.210 jiwa, Jakarta Timur sebanyak 122.930 jiwa, Jakarta Pusat sebanyak 41.920 jiwa, Jakarta Barat sebanyak 110.940 jiwa, Jakarta Utara sebanyak 123.650 jiwa dan Kepulauan Seribu sebanyak 3.630 jiwa.

Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan).

Sementara penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Buyung mengatakan garis kemiskinan per September 2020 sebesar Rp683.339 per kapita per bulan. Angka itu naik dibandingkan bulan Maret 2020 sebesar Rp680.401 per kapita per bulan.

Sementara, garis kemiskinan untuk rumah tangga miskin di DKI Jakarta per September 2020 sebesar Rp3,89 juta, dengan asumsi satu rumah tangga miskin memiliki 5-6 orang anggota rumah tangga.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021