Brussels (ANTARA) - Kelompok-kelompok hak sipil dan digital pada Rabu meluncurkan petisi mencari dukungan dari satu juta orang Eropa untuk menekan Uni Eropa agar melarang pengawasan massal biometrik menjelang undang-undang tentang kecerdasan buatan (AI) yang dijadwalkan tahun ini.

Alat pengawasan biometrik, seperti sistem pengenalan wajah, telah memicu kekhawatiran tentang risiko pelanggaran privasi dan hak-hak fundamental. Pengawasan biometrik juga dikhawatirkan dapat dieksploitasi oleh rezim yang represif untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Eksekutif Uni Eropa berencana untuk mengumumkan proposal legislatif tentang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada kuartal pertama tahun ini, yang diharapkan mencakup sektor berisiko tinggi seperti perawatan kesehatan, energi, transportasi, dan beberapa bagian dari sektor publik.

Kelompok hak sipil yang terdiri dari Civil Liberties Union for Europe, Reclaim Your Face, European Digital Rights, Privacy International dan sekitar 26 organisasi lainnya, memperingatkan tentang bahaya data biometrik yang ditangkap melalui kamera CCTV dan teknologi pengenalan wajah.

Koalisi kelompok hak sipil itu bertujuan untuk mengumpulkan satu juta tanda tangan sehingga dapat mengambil bagian langsung dalam proses legislatif untuk undang-undang tentang kecerdasan buatan itu.

Koalisi tersebut mengatakan telah mengumpulkan bukti penyalahgunaan data biometrik masyarakat di seluruh Eropa yang dilakukan secara luas dan sistemik.

"Ini tentang kendali semua orang atas masa depan mereka sendiri," kata petugas senior advokasi dari Civil Liberties Union for Europe, Orsolya Reich, dalam sebuah pernyataan.

"Kami sudah bisa melihat ini terjadi dengan cara AI digunakan untuk membuat keputusan tentang kami. Pengawasan massal biometrik hanya akan memasukkan lebih banyak data dari lebih banyak orang ke dalam sistem ini dan membuat praktik ini semakin meluas dan berbahaya," ujar Reich.

Pengawas hak asasi manusia Uni Eropa, yakni Badan Hak Fundamental Uni Eropa yang berbasis di Wina, tahun lalu mengeluarkan peringatan tentang risiko penggunaan kecerdasan buatan dalam kegiatan kepolisian prediktif, diagnosis medis, dan iklan bertarget.

Sumber: Reuters
 

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021