Putussibau, Kapuas Hulu (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu bersama sejumlah aparat penegak hukum membahas persoalan penambangan tanpa izin (PETI) yang marak terjadi di daerah tersebut, baik yang di lakukan secara manual mau pun menggunakan alat berat khususnya pertambangan emas secara ilegal.
 
"Aktifitas PETI merupakan tindakan kriminal yang berdampak terhadap kerusakan ekosistem sungai mau pun darat yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat secara luas," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kapuas Hulu Ambrosius Sadau, saat Rapat koordinasi membahas PETI, di Aula Polres Kapuas Hulu, Selasa.
 
Bila melihat kondisi alam yang ada saat ini, kata dia, hati serasa hancur. Penambangan emas tidak hanya dilakukan di sungai bahkan di darat.

Semua aktivitas ilegal itu merusak ekosistem, padahal Kapuas Hulu dikenal sebagai kabupaten konservasi.

Baca juga: Polisi imbau hentikan aktivitas tambang emas ilegal di Kapuas Hulu

Baca juga: DPRD Kapuas Hulu desak pemerintah terbitkan regulasi terkait PETI
 
Salah satu dampaknya, air tidak dapat di konsumsi karena keruh dan sulit untuk mendapatkan ikan.
 
"Jangan jadi alasan pertimbangan "perut" sehingga aktifitas PETI dibiarkan, selama ini masyarakat Kapuas Hulu bisa hidup tanpa bergantung dengan PETI," ucap dia.
 
Menurutnya, apabila masyarakat ingin melakukan pekerjaan tambang emas mestinya mengurus perizinan sehingga aktivitas pertambangan sesuai aturan berlaku.
 
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kapuas Hulu Nasir menyampaikan Pemkab Kapuas Hulu telah berupaya agar aktivitas PETI tidak semakin meluas dengan mendorong wilayah tambang rakyat (WPR) sesuai dengan tata ruang.
 
Pada 24 Juni Tahun 2019, Pemkab Kapuas Hulu menyurati Gubernur Kalimantan Barat untuk perizinan WPR dan pada 14 Januari 2020 surat tersebut dijawab bahwa di Kapuas Hulu ada WPR di empat desa di Kecamatan Boyang Tanjung.
 
"Untuk proses keluarnya izin WPR perlu di lakukan kajian ekonomi dan lingkungan dan untuk Kecamatan Boyan Tanjung kajian sudah di lakukan dari Universitas Untan," ujar Nasir.
 
Menurut Nasir, ada lima kecamatan yang di usulkan agar masuk dalam WPR yaitu Kecamatan Boyan Tanjung, Bunut Hulu, Bunut Hilir, Selimbau dan Kecamatan Suhaid.
 
"Yang di kabulkan baru Kecamatan Boyan Tanjung di empat desa, tinggal persoalan izin WPR," ucap dia.
 
Sementara itu, Kapolres Kapuas Hulu melalui Wakpolres Kapuas Hulu Kompol Oon Sudarman menyatakan kesimpulan rapat koordinasi yang melibatkan sejumlah instansi terkait, adalah rencana pembentukan Tim Satgas PETI.
 
"Kami hanya menginisiasi rapat koordinasi untuk selanjutnya pembentukan Satgas PETI akan di fasilitasi Pemkab Kapuas Hulu," kata Sudarman.
 
Dalam kesempatan itu, kata Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu AKP Rando, persoalan PETI bukan semata-mata terkait penegakan hukum, namun bagaimana langkah solusi semua pihak mengatasi persoalan PETI.
 
"Secara hukum aktivitas PETI melanggar undang-undang, tetapi kita bicara bukan hanya penindakan tetapi bagaimana solusinya untuk masyarakat, sebab penertiban PETI jangan sampai menimbulkan persoalan baru," kata Rando.
 
Dirinya berharap persoalan PETI merupakan tanggungjawab semua pihak sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan.
 
"Mengatasi PETI bukan hanya tanggungjawab satu instansi saja tetapi kita semua, bagaimana solusi agar tidak muncul persoalan baru," kata Rando.*

Baca juga: Polisi siap tertibkan pertambangan emas tanpa izin di Kapuas Hulu

Pewarta: Teofilusianto Timotius
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021