perjalanan dengan KRL Yogya Solo akan menghemat waktu sekitar 34 menit dibanding mengunakan jalan darat
Jakarta (ANTARA) - Pakar transportasi Djoko Setijowarno menilai beroperasinya Kereta Rel Listrik (KRL) Yogyakarta-Solo akan memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi warga di Yogyakarta, Klaten, dan Solo.

Pengoperasian KRL Yogyakarta-Solo tidak hanya meningkatkan aksestabilitas tetapi juga akan memudahkan integrasi dalam bertransportasi.

"Pemda (pemerintah daerah) yang dilewati mestinya betul-betul dapat memanfaatkan keberadaan moda transportasi ini sebagai peluang meningkatkan perekonomian di daerahnya," kata Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) , dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Investasi elektrifikasi KRL Yogyakarta-Solo capai Rp1,2 triliun

KRL Yogyakarta-Solo mulai beroperasi penuh melayani pengguna pada 10 Februari 2021 dengan layanan operasi 20 perjalanan setiap hari.

Menurut dia, harapan dengan pengoperasian KRL tersebut adalah meningkatkan pelayanan jasa angkutan penumpang KA, meningkatkan keselamatan lalu lintas perjalanan KA, meningkatkan pelayanan aksebilitas dan mobilitas antarmoda serta keselamatan dan kenyamanan pengguna jasa, kinerja pengoperasian yang lebih baik, bebas polusi udara dan suara, dan kapasitas penumpang dapat lebih banyak.

Baca juga: KCI akan perluas layanan ke luar Jabodetabek

Selain itu, kata dia, dapat juga meningkatkan jumlah pelancong domestik dan mancanegara untuk menikmati potensi wisata di sekitar Yogyakarta, Klaten, dan Solo.

"Surakarta-Yogyakarta yang dapat ditempuh dalam waktu satu jam 50 menit dengan jalur darat. Dengan KRL Yogya Solo (60 kilometer), akan ditempuh dalam satu jam 8 menit (68 menit). Berarti, perjalanan dengan KRL Yogya Solo akan menghemat waktu sekitar 34 menit," katanya.

Djoko mengatakan warga Klaten akan semakin besar peluang untuk menikmati layanan kereta komuter itu, mengingat enam stasiun kecil yang selama ini dilewati KA Prameks sekarang diaktifkan kembali untuk melayani penumpang yang akan menggunakan KRL.

Baca juga: KAI harap proyek KRL Solo-Yogya terealisasi

Keenam stasiun itu, kata dia, juga terakses dengan jaringan angkutan pedesaan, tetapi sayangnya sekarang angkutan pedesaan di Klaten mati suri dan bahkan sulit untuk bangkit kembali tanpa ada pertolongan dari pemerintah.

Pengajar Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu mengingatkan perlunya peran pemda setempat untuk pengoperasian angkutan pedesaan, seiring dengan dioperasikannya KRL Yogyakarta-Solo.

Apalagi, kata dia, wisata pedesaan dan kuliner di Klaten cukup pesat perkembangannya akhir-akhir ini, seperti Wisata Mata Air Cokro, Umbul Pongok, Cokro Umbul Ingas. Juga kuliner pedesaan, seperti Sate Kambing Pak Suli, Bebek Goreng Pak Tohir, Bale Tirto Resto, Kafe Kopi Sawah, Wedang Kopi Prambanan, Warung Apung Rowo Jombor, Omah Eyang Resto.

Sebagai catatan, Djoko mengatakan KRL Yogyakarta-Solo menginspirasi untuk membangun hal serupa kereta perkotaan di wilayah perkotaan lainnya, seperti Surabaya Perkotaan (Surabaya-Lamongan, Surabaya-Sidoarjo, dan Surabaya-Mojokerto), Bandung Perkotaan (Padalarang-Bandung-Rancaekek), Semarang Perkotaan (Gubug-Semarang-Weleri).

Kemudian, layanan KRL Yogyakarta-Solo hendaknya dapat diperpanjang hingga Kutoarjo, Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), Bandara Internasional Adi Soemarmo dan Sragen, serta dapat terintegrasi dengan Bus Trans Yogya dan Bus Batik Solo Trans (BST).

"Selanjutnya, perlu dipikirkan bagi warga sejak dari asal keberangkatan hingga tujuan menggunakan transportasi umum. Boleh berganti moda transportasi umum dan dapat berlangganan akan mendapatkan tarif yang lebih murah dari biasanya. Tarif langganan per minggu atau per bulan," pungkasnya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021