Jakarta (ANTARA) - Peternakan sapi perah di Jakarta Selatan memiliki sejarah panjang, bahkan telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan keberadaannya masih ada hingga generasi ketiga.

Fathurahman, salah satu peternak sapi perah di Jakarta Selatan, Rabu, mengungkapkan bagaimana usaha turun-temurun yang dilakoni masyarakat asli Betawi masih bertahan hingga saat ini.

"Saya ini generasi ketiga, usaha ternak sapi sudah dimulai sejak zaman kakek saya, lalu dilanjutkan oleh ayah saya, sekarang oleh saya," kata Fathurahman dalam acara Webinar 
"Peternakan Sapi di Ibu Kota" yang digagas Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (Sudin KPKP) Jakarta Selatan, Rabu.

Fathurahman tidak sendirian. Hingga saat ini ada sekitar 30 peternak sapi di Jakarta Selatan yang bernaung dalam Perhimpunan Peternak Sapi Perah-Sapi Potong (PPSP-SP) Jakarta, baik sebagai anggota aktif maupun non aktif.

Ia menyebutkan, peternakan sapi perah di Jakarta di bawah oleh bangsa Belanda untuk memenuhi gizi dan protein bangsanya. Jenis sapinya Frisia atau Holstein (FH) yang dikenal masyarakat sapi warna hitam putih.

Baca juga: Anggota DPRD DKI: Peternakan sapi perkotaan masih prospektif
Pekerja memberikan pakan bagi ternak sapi di salah satu peternakan milik warga Jakarta Selatan di wilayah Pancoran, Rabu (10/1/2021). (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Seiring berjalannya waktu banyak pribumi yang memelihara sapi perah, termasuk hingga kini cicit dari ulama besar asal Kuningan dikenal dengan nama Guru Mugni, masih menjalani usaha peternakan sapi perah di Jakarta Selatan.

Usaha ternak sapi perah berkembang pesat di kawasan segitiga emas Kuningan, Jakarta Selatan, setelah Indonesia merdeka tahun 1945.

"Kuningan menjadi wilayah dengan populasi terbesar peternak sapi perah, hingga zaman dulu dikenal sebagai kampung susu sapi," kata Fathurahman yang juga Ketua PPSP-SP tersebut.

Tidak hanya di Kuningan, peternakan sapi meluas ke wilayah Mampang Prapatan, Buncit Raya, Pancoran, Pasar Minggu hingga Jagakarsa dan lainnya.

Seiring bertambahnya populasi sapi perah di wilayah Jakarta Selatan, tahun 1958 dibuat sebuah organisasi sebagai wadah para peternak yakni Koperasi Perusahaan Daerah Ibu Kota.

"Keberadaan peternak mendapat perhatian dari pemerintah, tahun 1978 para peternak dapat bantuan presiden berupa sapi perah dari Australia," kata Fathurahman.

Pada tahun 1986 sejarah kampung susu sapi di Kuningan mulai berubah, setelah Gubernur DKI Jakarta, Wiyono Atmodarminto mendapat perintah Presiden untuk merelokasi peternak.

Baca juga: Jakarta Selatan miliki 175 peternak yang menghasilkan daging dan susu
Tangkapan layar, Komedia Azis Gagap membagikan pengalaman sebagai praktisi peternakan perkotaan dalam acara Webinar Peternakan Sapi di Ibu Kota yang ditaja oleh Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (Sudin KPKP) Kota Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021). (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Sesuai Surat Keputusan Nomor 200/1986 peternak kawasan Kuningan direlokasi karena mau dijadikan kawasan antar bangsa, dibangun kantor kedutaan maupun rumah para duta besar. Kini Kuningan menjadi segi tiga emas DKI Jakarta.

"Sejak saat itu Kampung Susu Sapi Kuningan direlokasi ke Pondok Ranggon, Jakarta Timur," kata Fathuraman.

Fathurahman menambahkan, hingga tahun 2017 dirinya masih menemukan peternak sapi perah yang masih bertahan di Kuningan, hanya ada satu peternak milik H Nurdin, berada di Gang Kembang, Kuningan Timur.

Tapi kini ditutup dikarenakan tidak ada penerusnya. Sejak saat itu cerita Kampung Susu Sapi Kuningan berakhir.

"Tetapi peternakan sapi di sekitar Kuningan, seperti Mampang, Pancoran dan Pasar Minggu masih ekses sampai sekarang dan bernaung bersama PPSP-SP," kata Fathurahman.
Baca juga: Sudin KPKP Jaksel gelar pelatihan peternakan perkotaan
Baca juga: Ini tips jadi peternak sapi potong perkotaan ala Azis Gagap

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021