Korban juga pernah 'dijual' oleh terpidana
Bandarlampung (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung meminta kepada pihak kepolisian dan kejaksaan untuk mengusut secara tuntas dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan Dian Anshori, oknum mantan staf Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak NV (14).

"Putusan ini menjadi babak baru bagi aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dan mengembangkan perkara dugaan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana yang terungkap dalam fakta-fakta yang dihadirkan di pengadilan serta dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," Kata Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan dalam keterangannya, di Bandarlampung, Selasa.

Dia menjelaskan, dalam keterangan di persidangan, bahkan sejak penyelidikan dan penyidikan, NV yang merupakan korban dari Dian Anshori telah memberikan keterangan yang menyatakan korban pernah disetubuhi oleh terpidana yang disertai iming-iming dan ancaman.

"Bahkan korban juga pernah 'dijual' oleh terpidana," kata dia.

Kemudian, lanjut dia, berdasarkan keterangan dari NV di persidangan muncul fakta-fakta dan terungkap nama-nama baru yang diduga sebagai pelaku dari dugaan tindak pidana perdagangan orang itu.

"Dalam kasus ini, korban NV juga pernah ditawarkan kepada seorang pria berinisial BA oleh terpidana, yang juga merupakan saksi pada persidangan a quo," kata Chandra pula.

Ia juga mengatakan bahwa BA pernah memberikan uang Rp200.00 kepada korban NV dan berpesan duit tersebut agar diberikan kepada terpidana Dian Anshori.

"Ironisnya peristiwa ini terjadi saat korban sedang di bawah pengampuan terpidana setelah menjadi korban persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang pernah dialami sebelumnya," kata dia.

Pada putusan di Pengadilan Negeri Sukadana, Lampung Timur, majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap Dian Anshori, mantan staf Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp800.000.000, subsider 3 bulan penjara.

Hakim juga memvonis pidana tambahan kebiri kimia selama 1 tahun setelah menjalani pidana pokok, serta membayar restitusi sebesar Rp7.000.000 kepada korban dalam 30 hari setelah inkrah/memiliki kekuatan hukum tetap.

"Putusan tersebut merupakan ultra petita karena melebihi tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut pidana 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp800.000.000," kata dia pula.
Baca juga: Polisi tahan pegawai UPT P2TP2A Lampung Timur

Pewarta: Dian Hadiyatna
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021