Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak permohonan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo yang mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator).

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyatakan permohonan terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo untuk menjadi 'justice collaborator' tidak dapat diterima," kata Jaksa Penuntut Umum Zulkipli di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

JPU menyampaikan hal tersebut dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Prasetijo Utomo.

Brigjen Pol Prasetijo Utomo dituntut 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena menerima suap 100 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.

Baca juga: Brigjen Pol Prasetijo Utomo dituntut 2,5 tahun penjara
Baca juga: Pengusaha Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara
Baca juga: Penyidik Polri dalami dugaan pencucian uang terkait Irjen Pol Napoleon


Prasetijo mengajukan permohonan "justice collaborator" kepada ketua majelis hakim melalui surat pada 1 Februari 2021.

"Terdakwa Prasetijo Utomo adalah pelaku utama yang melakukan penerimaan suap di mana terlihat sangat aktif dan intens dalam proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan Sistem Informasi Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi dan terdakwa adalah pelaku penerima suap dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi yang seluruhnya berjumlah 100 ribu dolar AS," tambah jaksa beralasan.

Sehingga menurut jaksa permohonan JC Prasetijo Umoto selayaknya tidak dapat diterima.

Prasetijo Umoto menerima suap 100 ribu dolar AS dari Tommy Sumardi dalam dua kali pemberian yaitu pada 27 April 2020 Tommy memberikan uang sebesar 50 ribu dolar AS di gedung TNCC Polri dan pada 7 Mei 2020 Tommy memberikan uang sebesar 50 ribu dolar AS kepada Prasetijo di sekitar kantor mabes Polri.

"Terdakwa menghubungkan Tommy Sumardi ke Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte walau tahu kepentingan Tommy Sumardi adalah untuk mengurus 'red notice' Djoko Tjandra sebagai terpidana," tambah jaksa.

Selanjutnya Prasetijo juga turut serta dalam sejumlah perbuatan yaitu pertama, memerintahkan Kasubag Kejahatan Umum Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Brigadir Junjungan Fortes untuk membuat konsep surat permohonan yang akan disampaikan ke istri Djoko Tjandra yaitu Anna Boentaran yang ditujukan ke Kadivhubinter Polri yang dalam suratnya Anna meminta konfirmasi "red notice" status Djoko Tjandra.

Kedua, Prasetijo memberikan konsep surat tersebut kepada Tommy Sumardi.

Ketiga, Prasetijo memberikan alamat Anna Boentaran kepada Junjungan Fortes untuk mengirim surat balasan dari Divhubinter ke Anna Boentaran.

Keempat, Prasetijo memerintahkan Junjungan Fortes mengirim informasi terkait surat-surat yang dikeluarkan Divhubinter status "red notice" DPO Djoko Tjandra untuk selanjutnya disampaikan ke Tommy Sumardi yang melakukan pengurusan ke Ditjen Imigrasi.

"Sehingga unsur melakukan dan menyuruh melakukan perbuatan terpenuhi secara sah menurut hukum," ungkap jaksa.

Jaksa juga menolak permintaan Prasetijo sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator).

Sidang dilanjutkan pada Senin, 15 Februari 2021 dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi).
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021