Menristek: Pengembangan vaksin Merah Putih juga masih menjadi fokus kegiatan konsorsium pada 2021.
Jakarta (ANTARA) - Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) pada 2021 akan memfokuskan kegiatan riset dan pengembangan untuk menghasilkan alat skrining COVID-19 yang lebih baik, alat pengukur antibodi dan vaksin Merah Putih.

"Kita akan terus mengupayakan alat skrining yang lebih baik artinya mudah, murah, cepat dan akurat dan sudah dimulai dengan GeNose kemudian ada i-nose dari ITS dan juga tetap kita kembangkan misalkan rapid antigen dan juga terkait itu adalah reagen sehingga kita tidak lagi bergantung kepada reagen untuk keperluan 'testing' (pengujian)," kata Menristek Bambang PS Brodjonegoro dalam acara Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi Nasional Tahun 2021 di Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Kamis.

Selain fokus pada pengembangan tes cepat berbasis antigen dan reagen, konsorsium juga berupaya pada 2021 untuk menciptakan alat tes COVID-19 berbasis PCR dengan memanfaatkan air liur.

"Kita sedang melakukan penelitian tahun 2021 mudah-mudahan kita bisa segera menggunakan tes tidak dengan swab nasofaring tapi dengan air liur atau saliva," ujarnya.

Baca juga: Kemristek dorong pengembangan ventilator ICU pertama di Indonesia

Konsorsium melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kata Menristek, mengembangkan alat deteksi COVID-19 yang lain yakni Reverse Transcription Loop-mediated Isothermal Amplification (RT-Lamp)

"RT-Lamp yang diharapkan mempunyai tingkat 'reliability' dan akurasi yang sangat mendekati PCR sehingga bisa digunakan untuk melakukan 'testing' terutama untuk daerah-daerah yang kekurangan alat atau sedang mengalami lonjakan penderita COVID-19 dan keberadaan RT-Lamp," tuturnya.

Hasil tes dari alat skrining yang berbasis antigen seperti CePAD, dan RT Lamp dapat dikombinasikan dengan wearable device berbentuk gelang yang terhubung dengan internet untuk memantau kepatuhan mobilitas pengguna dengan hasil positif. Data hasil tes yang tersimpan juga dapat dimasukkan dalam aplikasi Health Pass atau paspor kesehatan untuk COVID-19.

Baca juga: Kemristek berupaya ciptakan alat tes COVID-19 berbasis air liur

Kemudian, kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan yang dilakukan konsorsium pada 2021 juga fokus memberikan dukungan untuk program vaksinasi COVID-19 yaitu dengan berupaya menciptakan alat pengukur antibodi dari seseorang yang telah menjalani vaksinasi COVID-19.

Alat pengukur kadar antibodi itu akan dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

"Asal muasal dari teknologi ini sudah dilakukan ketika kita melakukan seleksi terhadap calon donor plasma konvalesen karena harus dicari calon donor yang kadar antibodinya tinggi sehingga bisa membantu pasien COVID-19," ujar Menristek Bambang.

Baca juga: Kemristek kembangkan alat pengukur antibodi setelah divaksin COVID-19

Berangkat dari pemikiran tentang memanfaatkan teknologi tersebut maka kemudian konsorsium ingin mengembangkan suatu alat pengukur kadar antibodi (test kit) bagi orang yang telah mengikuti vaksinasi COVID-19.

"Sehingga (pengukuran kadar antibodi) bisa dilakukan lebih luas dan bisa membantu proses vaksinasi baik sebelum vaksin maupun sesudah vaksin karena tentunya kita ingin vaksinasi memberikan manfaat optimal yaitu orang mendapatkan antibodi atau daya tahan terhadap COVID-19 yang dibutuhkan," tutur Menristek Bambang.

Konsorsium juga memiliki agenda riset pada 2021 untuk menciptakan ventilator ICU yang berguna untuk penanganan pasien COVID-19.

"Karena kita melihat ketika terjadi lonjakan penderita COVID-19 rumah sakit khususnya terisi penuh, dan karena ini penyakit saluran pernapasan maka membutuhkan ventilator tentunya kalau sudah ICU ventilator yang berbeda dengan ventilator di UGD atau ventilator untuk ambulans dan ventilator di ruang rawat biasa," ujar Menristek.

Baca juga: Uji klinis fase 1 vaksin Merah Putih paling cepat pertengahan 2021

Pengembangan ventilator ICU memerlukan penguasaan terhadap teknologi yang dinilai lebih rumit serta harus melalui uji klinis, sehingga diharapkan pada 2021 paling sedikit nantinya ada satu ventilator yang benar-benar dikembangkan dan dibuat di Indonesia.

Selanjutnya, pengembangan vaksin Merah Putih juga masih menjadi fokus kegiatan konsorsium pada 2021.

Pada Maret 2021, diharapkan konsorsium akan dapat menyerahkan bibit vaksin kepada PT Bio Farma.

Konsorsium juga tetap melakukan upaya memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk mencari imunomodulator yang spesifik untuk COVID-19.

Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih menjaga keberlanjutan "herd immunity"

LIPI sudah melakukan proses uji klinis imunomodulator yang diharapkan bisa direplikasi untuk berbagai bahan herbal potensial lainnya.

"Tentunya setelah dahului dengan analisis bioinformatika dan juga ekstraksi dari bahan herbal tersebut dan ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya kita untuk menjaga kelangsungan atau menjaga agar daya tahan tubuh kita cukup kuat," ujar Menristek Bambang.

Kegiatan riset yang juga dilakukan konsorsium pada 2021 adalah membantu upaya karantina dan isolasi mandiri dengan gelang atau wearable device yang diharapkan bisa memeriksa kepatuhan dari pasien COVID-19 ketika melakukan isolasi mandiri atau karantina.

"Kemudian dengan menggunakan teknologi informatika kita harapkan bisa dihubungkan ke Health Pass sehingga nantinya setiap orang yang sudah divaksin atau sudah rapid test, swab test dan test lainnya sudah ada recordnya dan memudahkan nanti dalam melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya," tutur Menristek Bambang.



#satgascovid19
#ingatpesanibupakaimasker
#vaksincovid19

Baca juga: Menristek: LBM Eijkman pengembang vaksin Merah Putih tercepat

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021