Jakarta (ANTARA) - Kenaikan harga cabai rawit merah di sejumlah pasar tradisional di DKI Jakarta dipengaruhi proses pemetikan yang terkendala faktor cuaca di daerah penghasil, ujar Kepala Pasar Induk Kramatjati, Agus Lamun.

"Ini karena lebih kepada pengaruh cuaca yang menyebabkan terkendalanya proses pemetikan di petani sehingga pasokan sangat sedikit dan berdampak pada harga perolehan yang juga tinggi di daerah," katanya di Jakarta, Rabu.

Dampaknya, kata Agus, pasokan yang masuk ke pasar induk relatif sedikit dibandingkan dengan pasokan ideal sesuai permintaan konsumen di Jakarta.

Dilansir melalui laman infopangan.jakarta.go.id pada Rabu siang, harga komoditas bumbu dapur tersebut di harga rata-rata Rp80.122 per kilogram.

Harga tertinggi cabai rawit merah berada di Pasar Petojo Ilir, Jakarta Pusat, seharga Rp95.000 per kilogram (kg). Sedangkan harga terendah berada di Pasar Baru Metro Atom, Jakarta Pusat, Rp40.000 per kilogram.

Baca juga: DKPKP gelar bazar cabai murah di pasar dan kantor kelurahan
Baca juga: Harga cabai rawit di Jakarta Barat melonjak
Pedagang cabai merapikan dagangannya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (3/10/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj. 
Sementara harga cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati mengalami kenaikan sekitar Rp1.000 menjadi Rp67.000 per kilogram.

Agus menambahkan stok cabai rawit merah di Pasar Induk Kramatjati berkisar 22 ton, cabai rawit hijau 3 ton, cabai merah keriting 28 ton dan cabai merah besar 7 ton.

"Sejauh ini stok kita untuk di Jakarta sampai hari ini masih relatif aman. Berdoa saja semoga kondisi cuaca kembali normal dan petani juga bisa panen dengan banyak sehingga pasokan dan harga kembali normal," katanya.

Secara terpisah, Humas Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya, Gatra Vaganza menyebutkan kenaikan harga cabai rawit merah di mayoritas pasar tradisional di Jakarta masih relatif wajar.

"Biasanya yang mempengaruhi harga itu ada tiga, produksi distribusi dan permintaan konsumen. Namun sejauh ini situasi harga cenderung normal," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021