Jakarta (ANTARA) - Maria Pauline Lumowa yang sudah menjadi warga negara (WN) Belanda mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dalam dugaan korupsi pencairan L/C dengan memakai dokumen fiktif ke Bank BNI 46 Kebayoran Baru sehingga merugikan keuangan negara Rp1,2 triliun dan tindak pidana pencucian uang.

"Kami memohon majelis hakim untuk memutuskan untuk menerima nota keberatan dan menyatakan dakwaan tanggal 13 Januari 2021 atas nama Maria Pauline Lumowa batal demi hukum," kata pengacara Maria, Novel Al Habsyi, saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Pihak penasihat hukum juga meminta agar Maria dibebaskan dari tahanan.

"Memerintahkan agar jaksa penuntut umum menghentikan pemeriksaan perkara dan membebaskan Maria Pauline Lumowa dari tahanan serta memulihkan nama baik terdakwa dengan segala akibat hukumnya," ungkap Novel.

Dalam perkara ini, Maria Pauline Lumowa selaku pengendali PT Sagared Team dan Gramarindo Group didakwa melakukan korupsi dengan melakukan korupsi dengan mengajukan pencairan beberapa L/C (letter of credit atau surat utan) dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain dan korporasi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.214.648.422.331,43.

Baca juga: Jaksa ungkap perusahaan yang diuntungkan dari perbuatan Maria Pauliene
 
Terdakwa kasus dugaan korupsi pencairan L/C dengan memakai dokumen fiktif ke Bank BNI 46 Kebayoran Baru Maria Pauline Lumowa dalam sidang pembacaan keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/1) (Desca Lidya Natalia)


Maria Pauliene diketahui buron sejak 2003 dan baru ditangkap oleh Kementerian Hukum dan HAM lewat jalur ekstradisi dari Serbia pada 9 Juli 2020 lalu.

Kasus ini bermula pada Agustus 2020 saat Maria Managing Director PT Sagared Team Ollah Abdullah Agam mengajukan permohonan kredit atas nama PT Oenam Marble ke BNI 46 Kebayoran Baru tapi ditolak.

Namun Manager Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 Kebayoran Baru Edy Santoso meminta Maria membantu menutup kerugian bank tersebut sebesar 9,8 juta dolar AS akibat terdapat beberapa pencairan L/C yang dilampiri dokumen ekspor fiktif yang tidak terbayar dari PT Mahesa Karya Putra dan PT Petindo.

Maria menyanggupi permintaan itu dan membeli beberapa perusahaan dalam Gramarindo Group yaitu PT Gramindo Mega Indonesia, PT Magentiq Usaha Esa Indonesia, PT PAN Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo dan PT Trinaru Caraka Pasific serta menempatkan orang-orang kepercayaannya sebagai direktur di perusahaan-perusahaan itu.

Selanjutnya Maria meminta para direktur tersebut mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 Kebayoran baru sehingga seolah-olah perusahaan mengadakan kegiatan ekspor.

Baca juga: Bareskrim serahkan tersangka Maria Pauline Lumowa ke Kejati DKI

Pihak BNI 46 Kebayoran pun tidak melakukan pengecekan kepada pihak bank yang mengeluarkan L/C seperti Roos Bank Swistzerland, Milik is Bank Kenia, Word Street Banking Corporation Ltd dan Dubai Bank Kenia Ltd padahal bank-bank tersebut bukan merupakan koresponden BNI 46 dan langsung menyetujui untuk mengambil alih hak tagihnya seeperti dokumen yang diajukan.

Maria juga menggunakan perusahaan lain untuk mencairkan L/C dalam mata uang dolar AS dan euro dengan dokumen fiktif dalam beberapa tahap dan seluruhnya disetujui.

Setiap pencairan Lc kredit, Maria memberi jatah ke pejabat BNI 46 Kebayoran Baru yakni Edy Santoso, Kusadiyuwono, Ahmad Nirwana Alie, Bambang Sumarsono dan Nurmeizetya dengan besaran yang berbeda-beda sehingga diberikan keputusan persetujuan untuk dikeluarkan pembayaran oleh pejabat-pejabata Bank BNI.

Uang kredit L/C yang dicairkan lalu digunakan untuk membeli saham sebesar 70-80 persen kepemilikan saham di sejumlah perusahaan; membeli tanah di Cakung seluas 31 hektare senilai 4 juta dolar AS serta mentranfser uang ke rekening miliknya.

Pada saat tim audit internal BNI 46 melakukan audit ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru menemukan 41 L/C yang diajukan perusahaan-perusahaan dalam Gramrindo Group ternyata menggunakan dokumen ekspor fiktif.

Sehingga Maria dan Adrian Herling lalu menandatangani Personal Guarantee (Penanggungan Utang) pada 26 Agustus 2003 untuk memberi jaminan kesanggupan memayar seluruh dana hasil pencairan L/C tapi terhadap dana hasil pencairan L/C itu hanya dibayar sebagian.

Jumlah yang belum dibayarkan Maria adalah 82.878.174,95 dolar AS dan 54.078.192,59 euro yang dikonversi ke rupiah menjadi Rp1.214.468.422.331,43.

Sidang dilanjutkan pada Rabu, 27 Januari 2021.

Baca juga: Polri: Maria Pauline Lumowa kendalikan 8 perusahaan Grup Gramarindo

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021