Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan MPR RI melalui Badan Pengkajian bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan akan mulai bekerja dengan melibatkan pakar/akademisi dari berbagai disiplin ilmu, termasuk Lembaga Negara dan Kementerian Negara untuk menyusun Rancangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan naskah akademiknya.

Karena itu dia menilai "jalan terang" untuk menghadirkan PPHN yang menjadi amanat dan rekomendasi MPR RI 2014-2019 sudah mulai terlihat.

"Pimpinan MPR bersama Pimpinan Badan Pengkajian akan melakukan komunikasi politik dengan pemerintah, Pimpinan Lembaga Negara, Pimpinan Partai Politik, Pimpinan Ormas, Forum Rektor, dan sebagainya. Melalui berbagai kegiatan seperti 'road show' dan 'focus group discussion'," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Hal itu dikatakannya usai memimpin Rapat Pimpinan MPR RI bersama Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI dan Pimpinan Komisi Kajian Ketatanegaraan, di Ruang Rapat Pimpinan MPR RI, Jakarta, Senin (18/1).

Dia menegaskan bahwa adanya PPHN tidak menghilangkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Menurut dia, PPHN akan menjadi "payung" ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis.

"Dengan kata lain PPHN memuat arahan pembangunan. Sementara SPPN, RPJP, dan RPJM memuat apa yang harus dilakukan negara untuk mencapai target pembangunan," ujarnya.

Bamsoet menjelaskan, keberadaan PPHN untuk memastikan adanya satu pedoman bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok-pokok pikiran UUD NRI Tahun 1945.

Selain itu menurut dia juga untuk memperkuat sistem presidensial di era desentralisasi, serta menjamin keberlangsungan kepemimpinan nasional yang konstitusional, kuat dan stabil dan berwibawa.

"Keberadaan PPHN juga akan memperkokoh integrasi bangsa dalam semangat persatuan dan kesatuan, yang berdasar kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika," katanya.

Baca juga: MPR: Perlu PPHN dalam langkah pemindahan ibu kota

Baca juga: Pimpinan MPR-Menhan bahas PPHN dan RUU HIP


Dia mengatakan, bangsa Indonesia memerlukan adanya satu pedoman atau arah yang menjamin keberlangsungan visi dan misi NKRI sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Menurut dia, salah satu rekomendasi dari MPR masa jabatan 2014–2019 adalah untuk melakukan kajian secara mendalam terhadap substansi dan bentuk hukum PPHN. Dia menjelaskan, beberapa hal yang dikaji adalah apakah PPHN masuk dalam pasal UUD NRI Tahun 1945, atau masuk dalam Ketetapan MPR, atau cukup dalam Undang-Undang.

“Pertanyaan lain yang sering muncul adalah apa urgensi PPHN karena sudah ada SPPN dan RPJP, apakah PPHN akan menggantikan SPPN dan RPJP? Apakah kehadiran PPHN ini akan menjadikan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara?, juga pertanyaan jika satu-satunya pintu masuk melalui perubahan UUD NRI Tahun 1945, apakah tidak akan membuka kotak pandora," ujarnya.

Bamsoet menjelaskan berdasarkan saran dari Badan Pengkajian MPR RI, salah satu pintu masuk untuk menghadirkan PPHN adalah melalui Ketetapan MPR sehingga mau tidak mau, harus melakukan amandemen terbatas karena harus menambah satu ayat dalam Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945.

Dia mengakui gagasan menghadirkan kembali PPHN memang bukan hal mudah, tetapi juga bukan hal yang tidak mungkin agar pada pemilu serentak 2024, PPHN menjadi bagian tidak terpisahkan dari visi dan misi calon presiden dan calon wakil presiden serta visi dan misi calon gubernur, bupati dan wali kota.

"Jalan menuju perubahan UUD NRI Tahun 1945 pastilah bukan hal mulus. Karena sekurang-kurangnya perlu dukungan sepertiga anggota MPR untuk pengusulan, dan rapat harus kuorum dihadiri duapertiga dari jumlah anggota MPR, dan memerlukan suara 50 persen plus satu untuk mendapatkan persetujuan," tutur-nya.

Baca juga: Bamsoet ingatkan pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara

Hadir dalam rapat pimpinan MPR RI tersebut antara lain para Wakil Ketua MPR RI yaitu Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Lestari Moerdijat (virtual), Zulkifli Hasan (virtual), Hidayat Nur Wahid (virtual), Syarif Hasan, serta Fadel Muhammad.

Selain itu hadir pimpinan Badan Pengkajian MPR RI antara lain Djarot Saiful Hidayat (PDI-Perjuangan), Agun Gunandjar Sudarsa (Golkar), Tifatul Sembiring (PKS), dan Benny Harman (Demokrat).

Sementara pimpinan Komisi Kajian Ketatanegaraan yang hadir antara lain Daryatmo Mardiyanto, Rambe Kamarul Zaman, Bachtiar Aly, dan Siti Masrifah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021