Beijing (ANTARA) - Pertumbuhan populasi etnis minoritas Muslim Uighur di Daerah Otonomi Xinjiang mencapai 25 persen dalam kurun empat tahun.

Sementara itu, pemerintah daerah setempat memfasilitasi warganya yang berada di luar negeri untuk mengecek kondisi keluarganya melalui kedutaan besar China.

Pertumbuhan etnis minoritas Uighur tersebut jauh melampaui pertumbuhan etnis mayoritas Han selama periode 2010-2018.

Lektor Kepala Jurusan Politik dan Administrasi Publik Xinjiang University, Prof Lin Fangfei, di Beijing, Senin, menyebutkan pada 2018 etnis Uighur di daerah paling barat China itu bertambah 1.271 jiwa, naik 25,04 persen dibandingkan dengan pertumbuhan 2010.

Sementara etnis Han di Xinjiang pada 2018 hanya bertambah 900 jiwa atau mengalami kenaikan dua persen dibandingkan 2010.

Etnis minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, Kirgiz, yang mendiami Prefektur Kizilsu, pada 2020 pertumbuhannya justru mencapai 10,5 persen.

"Jadi pertumbuhannya bukan hanya 1,05 persen, melainkan 10,5 persen," ujarnya mengoreksi hasil survei seorang antropolog Jerman.

Sementara itu, Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang menawarkan bantuan kepada warganya yang tinggal di luar negeri agar bisa mengetahui kondisi keluarganya yang berada di daerah paling barat China itu.

"Bagi orang-orang Xinjiang yang tinggal di luar negeri dan tidak dapat menghubungi kerabat mereka, maka bisa menghubungi kedutaan besar China dan kami akan membantu," kata Zulhayat Ismail selaku juru bicara pemerintah daerah setempat.

Ia menganggap warganya di luar negeri yang tidak dapat menghubungi kerabat mereka karena berbagai alasan.

"Saya perlu jelaskan bahwa penduduk Xinjiang bisa berkomunikasi secara wajar dan bebas dengan kerabat mereka di luar negeri," ujarnya.

Kalau ada yang tidak bisa dihubungi, dia menduga nomor kontak sudah berubah atau sedang ditahan karena terlibat kriminalitas.

Zulhayat kemudian mencontohkan Azmat Omar, warga negara China yang tinggal di Australia. Azmat mengaku kehilangan kontak dengan anggota keluarganya di Xinjiang, termasuk ayahnya, ibu tiri, tiga saudara laki-laki, dua saudara perempuan, dan lebih dari 20 keponakan.

"Padahal semua kerabat Azmat tersebut menjalani kehidupan normal di Xinjiang," ujarnya saat jumpa pers dengan media asing di Beijing itu. 

Baca juga: Di balik agresivitas Xinjiang soal tuduhan pelanggaran HAM

Baca juga: AS larang impor kapas XPCC yang dituding gunakan buruh paksa Uighur


 

Dorong kapabilitas uji COVID-19, Xinjiang kerahkan laboratorium PCR keliling

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021