Bengkulu (ANTARA) - Sejak tahun 2014, DKP Provinsi Bengkulu mulai rutin melakukan program sosialisasi, guna mengajak masyarakat peduli pelestarian penyu. Sosialisasi dilakukan bertahap ke berbagai kabupaten/kota.

Setahun setelahnya, untuk pertama kalinya DKP Provinsi mengarahkan Kelompok Pelestari Penyu Alun Utara coba-coba menetaskan telur sendiri. Kelompok pelestari tersebut diberi bantuan peralatan seperti ember besar untuk membuat sarang semi alami.

“Nelayan juga diberi bantuan fiber, pembelian makanan dan lainnya. Percobaan ini berhasil. Setelah 60 hari, jumlah telur yang menetas mencapai 80 persen,” ujar Sri.

Beberapa tahun terakhir, DKP Provinsi mengalokasikan dana subsidi tebus penyu. Ia menyarankan ke depannya kelompok pelestari penyu membuat program adopsi telur penyu, yaitu dengan mengajak masyarakat untuk berdonasi membeli telur penyu untuk ditampung ke penangkaran. Nanti setelah menetas, setiap yang sudah berdonasi berhak melepasliarkan tukik.

Berdasarkan data dari tahun 2018-2020, jumlah telur penyu yang ditampung di penangkaran-penangkaran yang dibuat warga semakin banyak. Persentase telur yang berhasil menetas semakin membaik.

Berdasarkan data DKP Provinsi, tahun 2018 persentase telur penyu menetas rata-rata mencapai 64 persen. Tahun 2019 rata-rata mencapai 66,7 persen dan tahun 2020 rata-rata ada 88,8 persen telur berhasil menetas. Data telur bersumber dari laporan kelompok pelestari penyu Scube Kaur, KPAKPM Batu Kumbang dan Retak Ilir.

Sepanjang tiga tahun itu pula, sudah ada 12.961 telur penyu yang diselamatkan ke penampungan penyu dengan kondisi 9.919 butir telur diantaranya berhasil menetas. Sisanya 2.772 butir telur gagal menetas.

Sri mengingatkan pelestarian penyu sangat penting karena daya tahan hidup satwa ini di lautan adalah 1 berbanding 1.000. Sedangkan perlu waktu hingga 20 tahun untuk tukik yang lahir untuk kembali ke daratan lalu bertelur.

Jika membandingkan antara jumlah kelompok pelestari penyu yang ada dengan panjangnya garis pantai Bengkulu yang mencapai 525 kilometer, jumlahnya dinilai tidak sebanding. Menurut Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PSPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Iwan Taruna Alkadrie, idealnya setiap kecamatan yang berada di pesisir pantai memiliki kelompok pelestari penyu sendiri.

Iwan memaparkan Provinsi Bengkulu termasuk ke dalam wilayah kerja Loka PSPL KKP bersama tujuh provinsi lainnya, yaitu Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di setiap provinsi, Loka PSPL KKP memiliki kegiatan-kegiatan konservasi dan pelestarian kawasan pesisir untuk pemuda.

Fokusnya bukan hanya pada penyu saja, namun juga lingkungan kelautan seperti pelestarian terumbu karang, kawasan mangrove dan lainnya.

Sejumlah aktivitas yang sudah rutin dilakukan ada Kemah Pemuda Pesisir dan Jambore Pesisir. Kegiatannya berkaitan dengan konservasi dan menanamkan rasa cinta terhadap lingkungan pesisir laut.

“Peran Loka PSPL melakukan monitoring, memfasilitasi pelatihan dan kunjungan ke lokasi konservasi penyu lainnya, pemberian bantuan yang bisa mendorong dan membantu para pelestari penyu untuk lebih semangat melakukan eduekowisata,” kata Iwan.

Disisi lain, Iwan menyayangkan masih adanya oknum-oknum yang masih melakukan perburuan penyu untuk mengambil daging, tempurung dan telur. Di KKP, kewenangan penindakan ada pada Direktorat PSDKP (Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan).

Sementara di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kewenangan penindakan terletak pada instansi BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).

Seorang anak ikut serta melepasliarkan tukik di Pantai Tapak Paderi. KOMI KENDY/aa.
 

Gerakan bersama

Upaya pelestarian baik yang dilakukan Kelompok Pelestari Penyu Alun Utara dan kelompok pelestari penyu lainnya, mendapat apresiasi. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu Dewi Purnama menilai, sudah seharusnya ada gerakan bersama mencegah ancaman kepunahan penyu.

“Upaya pemuda sudah bagus. Mulai banyak berdirinya komunitas pelestari penyu. Bahkan sudah ada yang memiliki izin dan bersinergi dengan pemerintah di kota dan kabupaten. Untuk di Kota Bengkulu, sudah saatnya memiliki kawasan eduekowisata pelestarian penyu,” kata Dewi.

Peneliti yang meriset dampak mikroplastik (serabut tipis plastik) pada penyu itu mengungkapkan, kondisi habitat penyu di Bengkulu sama dengan daerah lain, yakni mengalami degradasi yang dapat dilihat dari kondisi pantai tempat bertelur penyu.

Kerusakan habitat penyu kurun beberapa tahun terakhir, terjadi secara alami dan antropogenik semi alami akibat aktivitas manusia.

Penyu, memiliki perilaku-perilaku khusus. Penyu akan kembali lagi ke tempat dimana ia dilepasliarkan, selama kawasannya masih memungkinkan untuk kembali menjadi tempat pendaratan.

“Adanya perubahan wilayah pantai, cahaya lampu yang terang, membuat penyu enggan mendarat. Penyu akan menyisir pantai lainnya yang lebih sunyi dan nyaman untuk bertelur,” jelas Dewi.

Terkait jumlah populasi penyu di Bengkulu, Dewi menyatakan hingga kini belum ada penelitian yang menghitung berapa banyak jumlah penyu di lautan. Namun beberapa komunitas seperti Lestari Alam Laut untuk Negeri (Latun), sudah mulai mendata penyu melalui sistem tagging yang dipasang pada penyu yang sempat mendarat.

Menurut Dewi, ada empat jenis penyu di perairan Bengkulu. Penyu hijau (Chelonia mydas) habitatnya di sepanjang Pantai Bengkulu dari Mukomuko-Kaur dan Pulau Enggano. Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) di kawasan Pulau Tikus, penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan belimbing (Dermochelys coriacea) di Retak Ilir Mukomuko dan Nasal Kaur.

Keberadaan empat jenis penyu ini dalam kondisi terancam. Ancaman penyu yang menjadi isu global adalah persoalan penyu mati lalu di perutnya ditemukan sampah. Sudah menjadi sifat alami penyu tidak bisa membedakan mana makanannya dengan sampah.

Ancaman lainnya tertangkap alat nelayan, perubahan kondisi lingkungan iklim secara global di Samudera Hindia, perburuan daging, telur dan cangkang. “Sangat perlu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa penuh akan punah dan ketegasan untuk menindak penjual telur dan pemburu penyu,” tegas Dewi.

Dengan adanya sinergi lintas generasi serta pemahaman yang mendalam oleh berbagai kalangan masyarakat, maka ke depannya juga akan bermanfaat untuk mencegah beragam jenis penyu agar tidak jatuh ke jurang kepunahan.

  *) Komi Kendy adalah salah satu pemenang Journalist FELLOWSEA (Kerja sama Lembaga Pendidikan ANTARA-Yayasan ECONUSA) untuk isu laut
 

Melepas tukik di Pantai Tapak Paderi sudah menjadi agenda rutin Latun bersama komunitas, instansi dan lembaga lain. KOMI KENDY/aa.

Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020