Dengan demikian ASI sangat baik untuk mendukung tumbuh kembang bayi agar optimal dan juga sangat berperan untuk mendukung peningkatan kecerdasan serta daya tahan tubuh bayi
Purwokerto (ANTARA) - Enam bulan terakhir, Miana Sekarfitri (26), warga Kranji, Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah rutin memantau berat badan bayinya disesuaikan dengan grafik di buku Kesehatan Ibu dan Anak.

Kendati kondisi pandemi, tak menyurutkan tekadnya untuk mengawal tumbuh kembang si buah hati. Secara rutin dia menimbang bayinya di tempat praktik bidan mandiri dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat agar tetap terlindungi dari COVID-19.

"Waktu usia anak saya empat bulan, berat badannya kurang optimal. Jika mengacu pada grafik pertumbuhan di buku Kesehatan Ibu dan Anak, posisinya berada di tengah-tengah antara garis kuning dan juga hijau. Meskipun demikian tinggi badannya masih tergolong aman," katanya.

Pada saat ini, bayinya sudah berusia hampir enam bulan kurang tiga hari, dengan berat badan 6,5 kilogram. Kondisi ini cukup membuat dirinya merasa lega karena pertumbuhan berat badan bayi sudah masuk dalam kategori aman sesuai dengan grafik.

Dia juga sudah mulai memberikan makanan pendamping ASI, dengan harapan berat badan bayi dapat terus meningkat lagi dengan optimal.

Meskipun kini berat badan si bayi sudah berada di garis hijau dalam grafik tumbuh kembang, ia masih terus berupaya melakukan intervensi dengan melakukan penimbangan dan konsultasi secara rutin ke tenaga kesehatan.

Tumbuh Kembang

Dokter Spesialis Anak dr. Ariadne Tiara Hapsari, MSiMed. Sp.A membenarkan jika salah satu upaya mencegah kasus kekerdilan dengan cara memantau kurva tumbuh kembang anak secara berkala.

Untuk itu dia mengingatkan semua orang tua agar secara rutin melakukan pemantauan sesuai dengan grafik yang ada di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Dokter yang praktik di RS Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tersebut, menambahkan bahwa pemantauan seperti itu diperlukan sebagai upaya deteksi dini jika pertumbuhan fisik anak ternyata dalam kondisi lamban.

"Jika berat badan anak setelah lahir tidak mengalami kenaikan sesuai grafik yang ada maka dikhawatirkan telah terjadi 'growth faltering' atau kondisi pertumbuhan fisik anak yang lamban bila dibandingkan dengan kondisi anak lain yang seusianya," katanya.

Baca juga: Upaya mempercepat penurunan angka "stunting" terhambat semasa pandemi

Ketika orang tua menjumpai kondisi anak seperti demikian maka hal pertama yang harus dilakukan adalah berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mengetahui penyebabnya dan juga untuk mencegah kasus kekerdilan.

Hal itu diperlukan agar pertumbuhan yang lamban bisa segera diatasi. Pasalnya jika tidak segera diatasi maka bisa meningkatkan potensi terjadinya kasus kekerdilan.

"Contohnya, saat orang tua mengamati jika kondisi tubuh anaknya mungil dan pendek, maka sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mengetahui penyebabnya dan juga untuk memastikan apakah pertumbuhan anak sudah sesuai dengan kurva pertumbuhan dan perkembangan, tujuannya tentu saja mencegah kasus kekerdilan sejak dini," katanya.

Permasalahan kekerdilan perlu menjadi perhatian para orang tua, tidak boleh diabaikan karena dapat menyebabkan perkembangan otak anak menjadi tidak maksimal.

Kasus kekerdilan merupakan indikator yang menunjukkan adanya malnutrisi dan paling umum terjadi dalam rentang usia anak nol hingga dua tahun.

Rentang usia nol hingga dua tahun tersebut sebenarnya adalah periode yang sangat esensial bagi perkembangan otak anak. Pada periode itu otak anak sedang berkembang secara pesat dan kondisi kekerdilan bisa mengakibatkan perkembangan otak menjadi tidak optimal.
 
Penerapan protokol kesehatan pada kegiatan posyandu di Desa Bedana, Banjarnegara, Jawa Tengah. ANTARA/Wuryanti Puspitasari/aa.

Karena itulah, permasalahan kekerdilan perlu segera diatasi sejak dini, sedangkan orang tua harus melakukan intervensi agar kasus kekerdilan pada anaknya bisa dihindari.

"Orang tua yang memiliki anak dalam rentang usia nol hingga dua tahun harus memantau tumbuh kembang buah hati. Bisa dengan cara konsultasi ke dokter anak atau bisa juga dengan cara mendatangi posyandu secara berkala, nantinya semua kondisi tumbuh kembang anak dapat tercatat di buku Kesehatan Ibu dan Anak," katanya.

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu juga mendorong pemberian ASI eksklusif pada bayi usia nol hingga enam bulan serta dilanjutkan hingga usia anak dua tahun.

Baca juga: Kolaborasi kampus dengan berbagai pihak dapat turunkan angka stunting

Menurut dia pemberian ASI eksklusif bisa menjadi salah satu upaya yang efektif untuk mencegah kasus kekerdilan mengingat kandungan gizinya yang sangat memadai.

Menurut dia, ASI mengandung berbagai zat gizi yang penting dan juga lengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta imunitas bayi.

Bahkan yang menarik lagi, ASI sangat mudah diserap oleh saluran cerna bayi dan dapat menurunkan risiko terjadinya alergi.

Selain itu pemberian ASI juga dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi, penyakit metabolik, obesitas dan juga diare pada bayi.

"Dengan demikian ASI sangat baik untuk mendukung tumbuh kembang bayi agar optimal dan juga sangat berperan untuk mendukung peningkatan kecerdasan serta daya tahan tubuh bayi," katanya.

Bila melihat narasi mengenai tumbuh kembang bayi, maka pendampingan dan pemantauan orang tua pada akhirnya menjadi sebuah kunci agar anak bisa bertumbuh dengan sehat dan berseri.

Untuk mewujudkan hal itu tentu diperlukan pemahaman bagi orang tua mengenai upaya-upaya yang harus dijalani guna memastikan tumbuh kembang anak mereka sudah sesuai dengan rekomendasi.

Sekarang ini, tinggal bagaimana informasi mengenai upaya mencegah kekerdilan harus terus digaungkan ke seluruh penjuru negeri lewat sosialisasi. Karena pengetahuan bagi orang tua merupakan sebuah dasar untuk melangkah dengan pasti membesarkan anak yang dicintai.

Untuk itu, marilah bersama-sama bergandengan tangan mengawal tumbuh kembang si buah hati agar kasus kekerdilan bisa dihindari!

Baca juga: Antisipasi generasi stunting pada tahun Indonesia Emas 2045
Baca juga: UNS: Perlu perhatikan karakteristik daerah untuk sikapi stunting

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020