Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meyakini, semangat Omnibus Law atau UU Cipta Kerja sebenarnya sudah tertanam lama di kementerian yang dipimpinnya.

Pernyataan tersebut,  dapat dilihat antara lain dengan lahirnya Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (Silat) untuk perizinan kapal tangkap ukuran di atas 30 GT yang berlaku secara daring pada akhir 2019.

Ia memaparkan, sistem Silat memangkas waktu pengurusan dari yang tadinya 14 hari menjadi hanya satu jam.

Setelah diluncurkan, perizinan dinilai semakin meningkat pesat. Hingga 7 Oktober 2020, berdasarkan data KKP, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ribuan izin yang dikeluarkan Silat nilainya mencapai lebih dari Rp470 miliar.

Kemudahan perizinan kini juga berlaku di sektor perikanan budi daya, dengan sekarang prosesnya satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sementara KKP bertindak sebagai pengawas bersama dengan pemerintah daerah.



Baca juga: Menteri Edhy sebut KKP fokus permudah perizinan usaha sektor perikanan


Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengutarakan rasa optimistisnya bahwa investasi di sektor kelautan dan perikanan menggeliat seiring terbitnya UU Cipta Kerja.

Mengenai berbagai hal yang dicemaskan mereka yang menentang UU Cipta Kerja, Edhy memastikan kemudahan perizinan yang diberikan pemerintah tetap dibarengi dengan pengawasan lingkungan.

Tujuannya, menurut dia, tidak hanya untuk menjaga alam tetap lestari, usaha yang dijalani juga bisa berumur panjang. "Pelaksanaan teknisnya KKP yang mengawasi. Amdal tetap harus dilengkapi," terangnya.

Edhy mengemukakan pihaknya memastikan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap pelaku usaha dalam rangka memastikan tumbuhnya iklim investasi.

Konsultasi publik

KKP juga telah mulai melakukan konsultasi publik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan dari UU Cipta Kerja.

Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini, menjelaskan RPP di bidang perikanan tangkap memuat empat materi, yang meliputi pengelolaan sumber daya ikan, penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang bukan tujuan komersial, kapal perikanan, dan kepelabuhanan perikanan.

Mengenai pengelolaan sumber daya ikan, Zaini memastikan tidak ada eksploitasi hasil laut seperti yang dikhawatirkan banyak pihak selama ini meski tujuan dari UU Cipta Kerja tersebut adalah untuk tujuan kemudahan investasi.

Baca juga: UU Cipta Kerja disebut bakal perbanyak jumlah UMKM perikanan


KKP selama ini memegang beragam poin penting dalam mengatur pengelolaan sumber daya ikan, seperti ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap, pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya, hingga rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya.

Zaini juga menjelaskan mengenai Komisi Nasional yang Mengkaji Sumber Daya Ikan (Komnas Jiskan) yang sempat menjadi polemik karena dianggap hilang perannya dalam UU Cipta Kerja.

Dirjen Perikanan Tangkap KKP itu memastikan bahwa RPP memuat keberadaan komisi tersebut.

Sebagaimana diketahui, Komnas Jiskan berperan memberi pertimbangan estimasi sumber daya ikan, jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan, dan alokasi sumber daya ikan di setiap WPPNRI.

Terkait Komnas Jiskan tidak ada di UU Cipta Kerja, Zaini menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tidak memberikan mandat langsung pada menteri tapi kepada pemerintah. Sehingga pemerintah memberikan mandat kembali pada menteri, sehingga Menteri Kelautan dan Perikanan adalah pihak yang menetapkan Kajiskan ini.

Sebagai informasi, ada empat Undang-Undang lingkup kelautan dan perikanan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu UU tentang Perikanan, UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Kelautan, dan UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Permudah nelayan

Bagi kalangan nelayan di berbagai daerah pesisir, Zaini menyatakan UU Cipta Kerja mempermudah nelayan untuk melaut karena bakal membuat penyederhanaan dalam perizinan sektor kelautan dan perikanan sehingga produktivitas juga meningkat.

Menurut Zaini, selama ini nelayan mengeluhkan banyaknya perizinan yang harus mereka penuhi, belum lagi perizinan tumpang tindih karena pengurusannya di instansi berbeda-beda.

Mirisnya lagi, sambung Zaini, lantaran pengurusan izin di banyak instansi, masa berlakunya pun tidak sama. Padahal, lanjutnya, bila salah satu izin habis masa berlakunya, nelayan tidak bisa melaut secara legal.

Zaini memastikan bahwa kehadiran UU Cipta Kerja merupakan solusi terhadap persoalan tersebut. Hal itu, ujar dia, karena perizinan dikeluarkan oleh satu instansi dan tidak ada perbedaan masa berlaku sehingga nelayan juga bakal tidak akan ragu untuk menangkap ikan di laut.

Ia mengingatkan bahwa nelayan di Indonesia sebagian besar merupakan nelayan kecil dan menengah dengan ukuran kapal di bawah 30 GT. Jumlahnya mencapai 600 ribuan kapal, sementara yang di atas 30 GT hanya 5.400 kapal.


Baca juga: Tindak lanjuti UU Cipta Kerja, KKP siapkan RPP Perizinan Berusaha

Sementara itu, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan Perikanan KKP Artati Widiarti menyatakan bahwa salah satu manfaat UU Cipta Kerja adalah mendorong kalangan nelayan untuk membentuk koperasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Artati mengemukakan, pihaknya memastikan bahwa jajarannya terus mengedukasi masyarakat nelayan untuk bertransformasi dari kelompok usaha bersama (KUB) menjadi koperasi.

Ia menambahkan, keberadaan UU Cipta Kerja diharapkan bisa menjadi pendorong peningkatan rasio partisipasi masyarakat untuk berkoperasi sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian.

Terlebih, lanjutnya, dalam regulasi tersebut nantinya akan ada penyederhanaan syarat pembentukan dan kemudahan pengelolaan koperasi.

Integrasi tata ruang

Sedangkan Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP TB Haeru Rahayu, menuturkan, KKP berkomitmen melaksanakan amanat UU Cipta Kerja untuk pengintegrasian rencana tata ruang mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan pengawasan.

Ia juga mengemukakan bahwa KKP telah mempersiapkan beberapa peraturan terkait penyelenggaraan tata ruang di laut dan sudah dalam proses penetapan, seperti RPP Perencanaan Ruang Laut, RPP Izin Lokasi di Perairan, RPP Izin Lokasi di Laut.


Dalam rangka pengintegrasian matra ruang darat dengan matra ruang laut, lanjutnya, maka substansi RPP akan diintegrasikan ke dalam muatan pasal-pasal di dalam revisi PP 15/2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang tersebut.

Tebe menjelaskan beberapa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang tengah digodok penyelesaiannya adalah RPP Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Pengawasan, RPP tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja pada sektor Kelautan dan Perikanan, RPP tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, dan Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu.

Wakil Ketua Bidang Sinergi Dunia Usaha Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan Agnes Marcellina Tjhin menyatakan UU Cipta Kerja bakal menaikkan jumlah UMKM perikanan.

Dia membeberkan berdasarkan data, dari pelaku usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, yang mencapai 61.434 unit, hanya 1,64 persen masuk skala menengah dan besar, sedang sisanya 98,36 persen skala mikro dan kecil.

Lebih lanjut Agnes menyebutkan dengan naiknya jumlah UPI skala menengah dan besar, maka pasti akan diikuti pula oleh peningkatan produktivitas.

Agnes juga berharap pemerintah terus memberikan pemahaman kepada para pelaku UMKM bahwa selain menghasilkan produk ada juga tanggung jawab keamanan produk.

Bila semua hal tersebut dapat diwujudkan, mulai dari kemudahan dalam perizinan, meningkatkan produktivitas, serta memperlancar pemasaran hingga pengiriman produk kelautan dan perikanan, maka sudah benar bila KKP bertekad untuk segera menerapkan UU Cipta Kerja.


Baca juga: KKP paparkan dampak positif UU Cipta Kerja bagi sektor perikanan

Baca juga: Anggota DPR: UU Cipta Kerja jawab kerumitan birokrasi sektor perikanan

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020