Jakarta (ANTARA) - Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan sistem berbasis kecerdasan artifisial yang akan diterapkan dalam operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di masa depan.

"AI (kecerdasan artifisial) karhutla dikembangkan dalam kerangka menghasilkan suatu perspektif baru dalam memahami profil parameter hidrometeorologi yang kemudian diolah mengikuti kaidah proses AI untuk menghasilkan indikator tingkat ancaman kejadian karhutla ke depan," kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT Jon Arifian dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.

Sistem berbasis kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) tersebut diperkenalkan dalam pameran Indonesia Artificial Intelligence Summit 2020 yang diadakan pada 11-13 November.

Baca juga: Menteri: AI Summit dorong peta kekuatan pemanfaatan AI di Indonesia

Baca juga: Artificial Intelligence Summit 2020 siap digelar BPPT


Jon menuturkan analisis hasil prediksi dari sistem tersebut dapat menjadi referensi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam menentukan kebijakan upaya mitigasi terhadap potensi bencana karhutla dengan cara pembasahan lahan gambut melalui TMC.

Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Yudi Anantasena mengatakan sistem AI TMC Karhutla yang saat ini dibuat untuk membantu merencanakan kapan operasi TMC harus dilakukan untuk pembasahan lahan gambut .

Tahun-tahun sebelumnya BPPT kerap diminta melaksanakan TMC pada saat bencana karhutla sudah terjadi, yaitu biasanya di puncak musim kering dimana awan-awan potensial sudah sangat berkurang, sehingga TMC menjadi kurang efektif.

Sistem AI TMC Karhutla akan ditargetkan di enam provinsi rawan karhutla yang sudah memiliki sensor observasi TMA, yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

Pada saat pengembangan awal, dengan melibatkan IBM, Kabupaten Ogan Komering Ilir dijadikan daerah proyek percontohan (pilot project). Saat ini dalam pengembangan prototipe sudah dilakukan di enam provinsi tersebut.

Baca juga: Huawei dan BPPT kolaborasi perkuat ekosistem AI dan 5G Indonesia

BPPT juga melibatkan Badan Restorasi Gambut dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam implementasi sistem tersebut.

Perekayasa muda sekaligus koordinator AI Karhutla BBTMC Halda Aditya Belgaman menuturkan sistem itu khusus dibuat untuk memprediksikan tinggi muka air lahan gambut dalam tiga bulan ke depan.

Data prakiraan dalam jangka waktu panjang tersebut diperlukan dalam merencanakan dan melaksanakan operasi TMC di daerah bencana karhutla.

"Hasil dari analisis korelasi antara hotspot dengan tinggi muka air tanah nantinya dapat memberikan gambaran kepada BBTMC mengenai daerah-daerah rawan karhutla. Daerah-daerah rawan ini nantinya menjadi daerah prioritas penyemaian awan," ujar Aditya.

Sistem AI TMC Karhutla itu menggabungkan data observasi tinggi muka air tanah dari lapangan (SIPALAGA, SMOKIES), kemudian melalui proses data engineering (quality check, data preparation, data aggregation) dan proses data science (test model dengan berbagai algoritma). Hasil prakiraan model berikutnya ditampilkan dalam aplikasi atau website.

"Porsi AI di sini adalah proses forecasting menggunakan algoritma yang ada. dilakukan di proses data science. Algoritma machine learning juga digunakan pada tahap clustering hotspot," tutur Aditya.

Baca juga: BPPT : Pembangunan ekosistem inovasi penting untuk Indonesia Emas

Baca juga: Potensi awan masih ada, BPPT optimalkan TMC cegah karhutla

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020