Kiai As'ad Syamsul Arifin membina kalangan "bajingan" yang menjadi pasukan pelopor (Palopor) itu tidak hanya di kala pertempuran 10 November 1945, tapi terus berlanjut dalam rangka pendampingan mereka untuk berubah menjadi baik
Situbondo, Jatim (ANTARA) - Ulama muda kharismatik yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Kabupaten Situbondo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy mengajak generasi milineal Muslim untuk senantiasa mewarisi semangat berjuang yang telah ditunjukkan oleh para pahlawan, yang di dalamnya banyak terdapat kaum ulama.

"Kiai As'ad Syamsul Arifin membina kalangan 'bajingan' yang menjadi pasukan pelopor (Palopor) itu tidak hanya di kala pertempuran 10 November 1945, tapi terus berlanjut dalam rangka pendampingan mereka untuk berubah menjadi baik," katanya kepada ANTARA di Situbondo, Jawa Timur, Senin, terkait Hari Pahlawan.

"Para 'bajingan' yang sudah insyaf itu kemudian juga terlibat dalam perjuangan Kiai As'ad di pertempuran-pertempuran lain melawan penjajah, seperti di Garahan, Jember, pertempuran di Bondowoso, pertempuran di Geladak Macan, Situbondo dan Pasir Putih. Mereka adalah pasukan inti Kiai As'ad saat bergerilya," tambahnya.

KHR As'ad Syamsul Arifin adalah ulama besar sekaligus tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) dan pahlawan nasional. 

Nilai-nilai perjuangan Kiai As'ad ini, katanya, bisa diterapkan oleh generasi milenial saat ini untuk senantiasa membangun jejaring sosial dalam pengertian sesungguhnya atau bertatap muka, bukan sekadar lewat cuitan atau "subscribe" di media sosial (medsos).

Kiai Ahmad Azaim Ibrahimy yang juga cucu pahlawan nasional KHR As'ad Syamsul Arifin itu menyatakan di medsos interaksi yang terjadi tidak riil, akan tetapi bersifat maya sehingga mudah dimanipulasi.

"Transfer ilmu jauh lebih dahsyat gelombang elektromagnetiknya kalau bertatap muka (talaqqi) antara yang memberi dengan yang menerima. Posisi antara yang memberi dengan yang menerima ini tidak bisa diwakili oleh sinyal media elektronik, sehingga gelombang elektromagnetiknya kurang kuat," kata ulama yang juga sastrawan ini.

Menurut dia nilai itu abadi, tidak temporer. Karena itu, nilai-nilai perjuangan dari Kiai As'ad dalam perjuangan, seperti di pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dan perjuangan-perjuangan lainnya dalam mengusir penjajah di wilayah Jember, Bondowoso, Lumajang dan Situbondo, perlu menjadi pelajaran penting bagi genarasi muda.

Menurut Kiai Azaim, apa yang dilakukan Kiai As'ad dapat diterjemahkan oleh generasi milenial agar mereka terus membangun jaringan kerja dalam perjuangan yang lebih luas, tidak hanya lokal.

"Apalagi fasilitas untuk jaringan global saat ini sudah tersedia. Pada detik yang sama tempat berbeda, yang jaraknya ribuan kilometer bisa tersambung. Peluangnya semakin besar untuk bangun jaringan," katanya.

Mengenai dampak positif dan negatif dari teknologi informasi, ia menilai hal itu sebagai risiko dari pembinaan. Hal itu juga ditunjukkan oleh Kiai As'ad yang tidak jarang menjuumpai militansi dari anggota Pelopor itu yang belum ideal.

"Namanya masih labil, tidak jarang ada yang masih mencuri. Ini terus didampingi oleh Kiai As'ad. Jadi perjuangan Kiai As'ad untuk para mantan bajingan ini tidak selesai ketika mereka sudah bergabung menjadi pasukan Pelopor. Kiai As'ad terus dampingi mereka sampai akhir hayat," katanya.

Bahkan, katanya, Kiai As'ad juga mengingatkan anggota Pelopor itu agar tidak berharap balasan tanda jasa di dunia.

"Kalau ingin berkumpul dengan saya kelak di akhirat, kalian tidak boleh mengurus sebagai veteran perang, atau minta tanda jasa, begitu pesan Kiai As'ad. Bahkan mereka juga dilarang untuk dimakamkan di makam pahlawan," katanya.

Diakuinya ada satu dua dari anggota Pelopor itu yang meminta pengakuan kemudian menggunakan LSM dan sebagainya yang mengajukan tuntutan kepada pemerintah.

"Saya menjumpai dua orang itu. Itu bisa jadi dilakukan oleh Pelopor itu sendiri yang hatinya tidak istiqamah, bisa juga oleh anak turunnya yang melakukan itu untuk kepentingan pragmatis, tapi yang istiqamah jauh lebih banyak, di mana mereka memilih menyembunyikan identitasnya sebagai Pelopor," demikian Kiai Ahmad Azaim Ibrahimy.

 

Pewarta: Masuki M. Astro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020