UU Cipta Kerja membuka peluang bagi pelaku usaha domestik supaya tetap bergairah dan bangkit. Untuk bisa membuka pekerjaan bagi yang sudah di-PHK dan lainnya
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Universitas Airlangga Rahma Gafmi mengatakan kemudahan berusaha yang ditawarkan melalui UU Cipta Kerja dapat mendorong pengembangan pelaku usaha domestik.

"UU Cipta Kerja membuka peluang bagi pelaku usaha domestik supaya tetap bergairah dan bangkit. Untuk bisa membuka pekerjaan bagi yang sudah di-PHK dan lainnya," kata Rahma dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kemudahan berusaha berupa izin dan sertifikasi halal yang ditawarkan regulasi tersebut telah memihak masyarakat, terutama bagi yang ingin mendirikan UMKM.

Ia mengatakan sektor UMKM ini penting karena sebanyak 90 persen pekerja Indonesia terlibat di sektor usaha lokal dan menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

"Kalau kita membuka peluang usaha, otomatis kita tidak berpikir bagaimana investor asing masuk," katanya.

Ia menambahkan Omnibus Law di klaster ketenagakerjaan juga telah memberikan kepastian terhadap buruh, terutama yang mengalami PHK.

Rahma menjelaskan pengusaha akan sulit melepas buruh dengan aturan seketat UU Cipta Kerja, karena bisa terkena sanksi pidana apabila hak pesangon tidak diberikan.

"Harus dibayar, kalau tidak dibayar, si bos akan dipidanakan selama empat tahun," katanya.

UU Cipta Kerja menjanjikan pesangon sebanyak 25 kali gaji, atau berkurang dari peraturan sebelumnya 32 kali, yang telah disesuaikan dengan perkembangan terkini.

Penyesuaian itu dilakukan karena sebagian besar perusahaan saat ini tidak sanggup untuk membayar pesangon sebanyak 32 kali gaji.

Melalui skema pesangon terbaru tersebut, pemerintah mengambil jalan tengah dengan menurunkan jumlah kumulatif tanggung jawab perusahaan.

Dengan demikian, dari 25 kali gaji, sebanyak 19 kali gaji ditanggung perusahaan dan enam kali gaji ditanggung pemerintah melalui BPJS.

Rahma menilai peraturan itu lebih realistis karena akumulasi pembayaran pesangon hingga 32 bulan gaji sering diabaikan perusahaan.

Selain itu, tambah dia, tidak terhitung tuntutan pekerja soal pemenuhan hak yang mengambang dan berakhir dengan penyelesaian berupa kesepakatan.

"Sekarang milih mana, 32 gaji tidak dibayar, tapi 25 gaji dibayar. Kalau tidak dibayar, maka pengusaha akan dipenjarakan," kata Rahma.

Baca juga: Serikat Pekerja Bank siapkan tim diskusi terkait RPP Cipta Kerja

Baca juga: Pengamat sebut UU Cipta Kerja permudah regulasi yang hambat usaha

Baca juga: Moeldoko bahas UU Cipta kerja dengan duta besar Uni Eropa

Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah susun RPP berpihak pada konsumen halal

 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020