Jakarta (ANTARA) - Kontrak pekerjaan jalur MRT Jakarta Harmoni-Kota Tua dalam paket CP 202 yang disepakati menggunakan metode penunjukan langsung (direct contracting) menunggu kepastian kontrak pekerjaan paket CP 205, yakni sistem pekeretaapian dan rel.

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menyebutkan metode penunjukan langsung tersebut telah disepakati oleh Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) yang mengubah dari bentuk sebelumnya sistem penawaran tender (International Contract Bidding).

"Pelaksanaan direct contracting akan dimulai setelah adanya kepastian Paket Pekerjaan CP 205," kata William dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin.

Kemudian untuk paket pekerjaan CP 205, yakni pengerjaan sistem serta elektrik perkeretaapian dan rel saat ini masuk tahap perpanjangan tenggat waktu penawaran yang keempat (sampai 26 Oktober).

Perpanjangan pertama dan kedua pada 16 Juli 2020 dan 31 Agustus 2020 terimbas COVID-19. Sementara untuk perpanjangan ketiga dan keempat, yakni 17 September 2020 dan 26 Oktober 2020 karena para peserta tender tidak dapat berkomunikasi dengan Hytera Communication System (berbasis China) karena terbentur US Defense Authority Act (NDAA 2019).

"Namun ini berpotensi gagal jika tidak ada penawaran masuk, akhirnya seluruh proyek jadi tertunda," katanya.

Baca juga: MRT usul libatkan kontraktor internasional jika tender gagal terus
Baca juga: MRT jelaskan sebab tender tiga paket pekerjaan Segmen 2 terkendala


Untuk paket pengerjaan CP 202, William menceritakan telah dua kali tender gagal (tak ada penawaran). Pada tender pertama (6 Agustus-4 November 2019) gagal karena keterbatasan sumber daya, jadwal tender yang bersamaan dengan CP 201 atau pengerjaan Bundarah HI-Harmoni serta jadwal konstruksi yang ketat, yakni 57 bulan.

Sementara tender kedua (7 Februari-6 Juli 2020) juga tidak menarik minat kontraktor meski pihak MRT telah melakukan evaluasi dan perubahan tender. Kegagalan ini karena kontraktor beralasan sumber daya yang terbatas, ditambah dengan pandemi COVID-19 dan jadwal konstruksi yang cukup ketat, yakni 68 bulan.

Dengan kegagalan tersebut, PT MRT akhirnya mengusulkan untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan metode penunjukan langsung (direct contracting) setelah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia termasuk Kementerian Perhubungan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Akhirnya diperoleh Berita Acara Konsensus Pemerintah Indonesia terkait kesepakatan perubahan metode pengadaan. Kemudian JICA telah menyetujui hal tersebut, kami juga telah melakukan perubahan jadwal pengerjaan jadi 74 bulan agar tidak terlalu ketat," ujar William.

Akibat berbagai tender gagal, hampir bisa dipastikan operasional MRT Fase IIA Segmen 2 Harmoni-Kota akan mengalami pergeseran jadwal dari rencana awal Maret 2026, menjadi pertengahan Agustus 2027 bahkan lebih.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020