Pasar Amerika dan Eropa saat ini sangat sensitif dengan isu pekerja termasuk awak kapal perikanan
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengingatkan pemenuhan hak pekerja sektor kelautan dan perikanan sangat diperhatikan oleh negara maju sehingga kebijakan pemerintah perlu fokus untuk itu.

"Pasar Amerika dan Eropa saat ini sangat sensitif dengan isu pekerja termasuk awak kapal perikanan, sehingga pemerintah Indonesia dan industri perikanan perlu lebih memperhatikan pemenuhan hak-hak pekerja perikanan," kata Moh Abdi Suhufan dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Untuk itu, ujar dia, kebijakan yang betul-betul melindungi awak kapal perikanan menjadi sesuatu hal yang sangat penting.

Abdi Suhufan karenanya mengapresiasi awak kapal perikanan di Kota Bitung, yang telah mendeklarasikan pembentukan Serikat Awak Kapal Perikanan Sulawesi Utara (SAKTI).

Sementara itu, Ketua SAKTI, Arnon Hiborang mengatakan bahwa SAKTI merupakan transformasi dari Forum Awak Kapal Perikanan Bersatu (FORKAB) yang telah terbentuk pada 13 Desember 2019 lalu.

"Kami bertransformasi setelah dalam perjalanan satu tahun ini banyak kasus dan kejadian yang menimpa awak kapal perikanan yang butuh advokasi dan pendampingan" kata Arnon dan menambahkan, mayoritas awak kapal perikanan selama ini bekerja tanpa Perjanjian Kerja Laut dan ketiadaan jaminan sosial.

Bahkan, lanjutnya, awak kapal asal Bitung yang bekerja di luar negeri saat ini diperkirakan berjumlah 300 orang sering kali melaporkan masalah yang dihadapi seperti pemotongan gaji dan kekerasan.

Abdi Suhufan berpendapat bahwa kesadaran awak kapal perikanan Sulawesi Utara untuk berserikat merupakan langkah strategis untuk memberikan edukasi dan informasi tentang bagaimana kerja-kerja yang aman di kapal perikanan.

Sebelumnya, Abdi Suhufan telah meminta pemerintah lebih responsif dalam menangani berbagai pengaduan yang terkait dengan kondisi ABK WNI di luar negeri.

Data pengaduan dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terkait pengaduan awak kapal selama tahun 2018 sampai Mei 2020 menyatakan bahwa ada lima jenis pengaduan terbesar dari 398 aduan.

Di antara jumlah tersebut, ada 164 kasus terkait gaji yang tidak dibayar, 47 kasus ABK meninggal dunia di negara tujuan, 46 kasus terkait kecelakaan, 23 kasus terkait ABK ingin dipulangkan dan 18 kasus terkait penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI).

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS Wibowo menilai penting penataan ulang peraturan serta perizinan guna melindungi awak kapal perikanan.

Baca juga: Menteri KP upayakan budi daya tambak padat karya, serap banyak pekerja
Baca juga: Forkab Bitung harap pekerja perikanan masuk jaring pengaman sosial

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020