yang melindungi dari paparan adalah masker
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menegaskan bahwa kedisiplinan masyarakat terhadap penegakan protokol kesehatan adalah kunci utama dalam menekan penularan COVID-19.

“Paling depan adalah 3M, karena penyebabnya penyakit menular yang bisa dicegah. Rute penularan dari saluran nafas oleh karenanya yang dilindungi adalah pernafasan dengan masker,” kata Yurianto dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Yuri menjelaskan bahwa sinergi antara penanganan kesehatan di hulu dan hilir harus sama-sama kuat. Pada segi hulu, masyarakat harus dilibatkan secara aktif melalui pemberdayaan guna meningkatkan kesadaran akan kegiatan promotif preventif. Sementara pada bagian hilir, pemerintah menyiapkan sistem kesehatan yang terpadu guna mengantisipasi terjadinya lonjakan pasien yang membutuhkan layanan kesehatan.

“Sisi hulu dari masyarakat adalah menerapkan 3M atau saya menyebutnya sekarang 3W yakni wajib pakai masker, wajib menjaga jarak, dan wajib mencuci tangan pakai sabun. Kalau hulunya bobol, maka pemerintah mendahului dengan tracing yakni melacak kontak dekat yang positif, lalu setelah ditemukan di-testing, kalau membutuhkan perawatan maka di-treatment,” kata Yurianto.

Baca juga: Satgas COVID ingatkan lagi masyarakat hindari kerumunan, terapkan 3M

Dia menilai kasus terkonfirmasi saat ini adalah gambaran dari belum optimalnya penerapan 3M di seluruh tatanan kehidupan. Menurutnya masih banyak masyarakat yang enggan memakai masker, atau yang memakai masker dengan tidak tepat seperti meletakkannya di dagu serta tidak menutupi hidung dan mulut secara keseluruhan.

Dalam rangka kesiapsiagaan pemerintah mengantisipasi eskalasi pasien COVID-19 sebagai dampak dari belum masifnya penerapan protokol kesehatan, Kementerian Kesehatan terus berupaya menjaga dari segi hilir yakni ketercukupan layanan di RS untuk pasien yang jatuh sakit. Selain itu juga meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang diukur dengan menggunakan angka kematian, serta meningkatkan angka kesembuhan.

Pemerintah juga melakukan audit terhadap RS terkait masih tingginya kasus kematian dibandingkan rata-rata angka kematian dunia. Dari audit tersebut menunjukkan bahwa banyak RS yang diisi oleh pasien dengan gejala ringan. “Kalau tanpa gejala ya bukan di RS, bisa ke pusat karantina milik pemda atau isolasi mandiri di rumah jika memungkinkan,” terangnya.

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal dalam upaya pengendalian COVID-29, Yurianto menyebutkan fasilitas layanan kesehatan dan tenaga kesehatan tak luput dari perhatian pemerintah.

Baca juga: MPR: Tata kelola vaksinasi COVID-19 harus transparan

Kendati penyakit COVID-19 mudah menular, Yurianto berpendapat pada prinsipnya hampir semua virus bersifat self-limiting disease yakni dapat sembuh dengan sendirinya. Dia menyebut kunci agar pemulihan dapat berlangsung dengan cepat yaitu dengan menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh.

Obat-obatan tertentu hanya diberikan kepada pasien dengan penyakit penyerta (komorbid) untuk mengontrol penyakitnya. Oleh karena itu, Yurianto berharap pandemi COVID-19 dapat dijadikan sebagai momentum untuk meninggalkan pola hidup lama menjadi gaya hidup baru yang lebih sehat walaupun nanti vaksin definitif COVID-19 telah ditemukan.

“Vaksin hanya melindungi kita dari kemungkinan sakit, tetapi tidak melindungi kita dari kemungkinan terpapar virus. Yang melindungi dari paparan adalah masker,” ucapnya.

Baca juga: Pemerintah pesan 50 juta vaksin COVID-19 buatan Inggris

Di Indonesia, untuk menciptakan kekebalan komunitas setidaknya vaksinasi harus dilakukan kepada 165 juta orang. Vaksinasi dilakukan sebanyak dua kali kepada setiap orang sehingga dibutuhkan 330 juta vaksin.

Menurut Yurianto, tidak mungkin produsen vaksin dapat memproduksi vaksin dengan jumlah besar dalam satu waktu mengingat semua negara juga membutuhkannya. Oleh karena itu produksi vaksin akan dilakukan secara bertahap.

“Tidak bisa dipenuhi semua, namun perlahan karena yang butuh vaksin semua negara. Dari 330 juta itu baru bisa tercapai seluruhnya sekitar Januari 2022,” tutur Yuri. Dia menerangkan hingga kini belum diketahui secara pasti berapa lama kekebalan tubuh terhadap COVID-19 bisa terbentuk, namun para ahli memperkirakan kekebalan akan didapatkan dalam enam sampai 24 bulan pascavaksinasi.

#satgascovid19 #pakaimasker #cucitangan #jagajarak #ingatpesanibupakaimasker

Baca juga: Pemerintah siapkan vaksin untuk tenaga medis hingga masyarakat miskin

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020