Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan upaya pemenuhan hak dan pelindungan anak dengan gangguan psikososial memerlukan kerja sama dan koordinasi dari semua pihak.

"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak bisa sendiri. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mengamanatkan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait dalam upaya pelindungan anak," kata Nahar dalam peluncuran dan sosialisasi buku Penanganan Penanganan Gangguan Psikososial pada Peserta Didik secara daring di Jakarta, Rabu.

Nahar mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling, merupakan mitra yang sangat baik dalam penyusunan buku Penanganan Gangguan Psikososial pada Peserta Didik.

Kasus dan data terkait gangguan psikososial anak menunjukkan kondisi yang cukup memprihatinkan. Survei Kesehatan Berbasis Sekolah Global dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 menunjukkan 5,2 persen siswa SMP dan SMA di Indonesia memiliki keinginan untuk bunuh diri. Hal itu berkaitan dengan kondisi emosional yang penuh tekanan dan depresif.

Baca juga: Anak-anak dan pelajar hadapi tekanan psikososial semasa pandemi

Baca juga: IDAI: Perkembangan psikososial anak tergantung pola asuh stimulasi


Kementerian Kesehatan pada 2015 juga melakukan survei serupa terhadap 941 pelajar di DKI Jakarta dan menemukan 30,39 persen dari mereka memiliki kecenderungan depresi, 20,51 persen memiliki kecenderungan gangguan kepribadian ambang, dan 18,6 persen memiliki kecenderungan untuk bunuh diri.

Riset Kesehatan Dasar 2018 juga menemukan gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak rentang usia 15 tahun hingga 24 tahun, yang termasuk usia sekolah SMP dan SMA, dengan prevalensi 6,2 persen.

"Bila tidak ada upaya bersama pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh dari tahun ke tahun. WHO memperkirakan pada 2020 angka bunuh diri di Indonesia secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa. Kondisi ini memerlukan perhatian dan penanganan khusus," tutur Nahar.

Nahar berharap penerbitan buku Penanganan Penanganan Gangguan Psikososial pada Peserta Didik dapat meningkatkan wawasan dan pemahaman guru beserta seluruh komponen sekolah dalam mendeteksi gangguan psikososial pada anak dan penanganannya secara lebih optimal.

Melalui peningkatan wawasan dan pemahaman guru, diharapkan tidak ada lagi peserta didik yang mengalami gangguan psikososial dan tidak mendapatkan penanganan dengan baik karena semua penanganan permasalahan anak dan pemenuhan hak anak menjadi prioritas.

"Pemenuhan hak dan pelindungan anak yang dilakukan secara optimal akan menghasilkan individu berkualitas yang akan memberikan andil pada kemajuan bangsa di masa depan," katanya.*

Baca juga: KPPPA minta pendapat pemerhati anak soal buku dukungan psikososial

Baca juga: KPPPA-DP3A gagas buku dukungan psikososial anak korban bencana

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020