pertumbuhan EBITDA industri farmasi akan meningkat 2-4 persen dalam jangka waktu 12-18 bulan ke depan, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sekitar 1-3 persen.
Jakarta (ANTARA) - Perusahaan multinasional jasa pemeringkat kredit Moody memperkirakan bahwa  tingkat pertumbuhan industri farmasi global bakal tetap stabil di tengah pandemi COVID-19 yang melanda banyak negara di dunia termasuk Indonesia.

Rilis Moody yang diterima di Jakarta, Selasa, memprediksi pertumbuhan EBITDA industri farmasi akan meningkat 2-4 persen dalam jangka waktu 12-18 bulan ke depan, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sekitar 1-3 persen.

Meski jangka waktu dan tingkat keparahan pandemi masih sulit untuk diprediksi tetapi utilisasi produksi obat-obatan yang terkait dengan hal tersebut bakal terus meningkat.

Baca juga: Bio Farma targetkan bisa produksi 3 juta reagen/bulan untuk tes PCR

Selain itu, walaupun banyak perusahaan telah dan sedang mengembangkan beragam produk yang dapat mengobati atau mencegah penyebaran virus corona, kondisi finansial tetap tidak menentu karena ada beragam faktor terkait seperti tingkat harga, kompetisi, serta durasi pandemi itu sendiri.

Terkait dengan industri farmasi dalam negeri, sebelumnya Anggota Komisi IX DPR RI Sri Wulan meminta industri farmasi domestik terus memberdayakan bahan baku lokal.

"Kita punya bahan baku melimpah, tapi kita tidak bisa menggunakan itu dengan baik, karena hampir 95 persen bahan bakunya adalah impor. Kandungan lokal hanya 4 sampai 5 persen," kata Sri Wulan.

Baca juga: Dukung TKDN, Kemenperin dukung sertifikasi produk farmasi

Menurut Sri Wulan, fakta tersebut menjadi tantangan agar industri farmasi Indonesia bisa bangkit memproduksi obat-obatan dari bahan baku dalam negeri.

Untuk itu, ujar dia, kebijakan pemerintah diharapkan dapat betul-betul dapat mengatasi kendala tersebut.

Ia mencontohkan Pulau Madura yang terkenal sebagai sentra produksi garam, terletak dekat dengan kota besar Surabaya, tetapi menjadi persoalan adalah kurangnya akses teknologi agar garam Madura bisa memenuhi standar bahan baku obat.

Pemerintah, lanjutnya, juga dapat memperbanyak kesempatan penelitian guna memberdayakan dengan baik beragam tanaman obat di Nusantara.

Baca juga: Kemenperin riset farmasi berbasis bahan baku alam lokal

Sementara itu, Kementerian Perindustrian melalui Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Jakarta melakukan riset farmasi dan kosmetik berbasis bahan alam lokal untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri.

“Penguatan peran ini akan kami jalankan dengan menyiapkan infrastruktur pengembangan fitofarmaka yang sesuai dengan standar CPOTB, penggunaan soft computing dan penerapan teknologi 4.0 guna menjadi percontohan bagi industri farmasi berbasis bahan alam,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja industri kimia, farmasi dan obat tradisional mengalami pertumbuhan yang gemilang sebesar 5,59 persen pada semester I-2020.

"Namun demikian, kami tetap bekerja keras untuk mengurangi impor di sektor industri farmasi,” imbuh Doddy.

Sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan di Indonesia, kementerian dan lembaga terkait harus bersinergi dalam mengembangkan industri farmasi yang mandiri dan berdaya saing.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020