Kopi adalah salah satu keunggulan domestik, kita harus perkuat kelembagaannya
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengajak para petani kopi yang terdampak pandemi COVID-19 membentuk koperasi sebagai upaya bangkit kembali secara bersama-sama.

Teten dalam webinar "Solusi Penyerapan dan Pembiayaan Kopi di Tengah Pandemi" di Jakarta, Rabu, menjelaskan pihaknya mendorong para petani untuk memperkuat kelembagaan dengan membentuk koperasi sebagai solusi agar permasalahan para petani kopi yang terjadi dapat diatasi di antaranya kesulitan pemasaran hingga pembiayaan.

"Saya mendorong agar di setiap daerah petani kopi bergabung dalam koperasi. Saya ditugaskan Presiden untuk memperkuat koperasi pangan dan produksi, terutama di sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Kopi adalah salah satu keunggulan domestik, kita harus perkuat kelembagaannya," katanya.

Baca juga: Meski pandemi, Menkop catat ekspor kopi Indonesia masih tumbuh

Kopi menjadi salah satu komoditas prioritas dalam pengembangan koperasi dan UMKM, karena melibatkan banyak pelaku usaha mikro.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2018, sebanyak 96,6 persen lahan kopi di Indonesia dikuasai perkebunan rakyat (petani mikro dan kecil), 2,02 persen perkebunan swasta, dan 1,86 persen oleh perkebunan besar milik negara.

Sedangkan, petani kopi di Indonesia mencapai 1,3 juta orang yang menempati urutan nomor tiga dunia setelah Ethiopia dan Uganda.

Teten mengatakan kini banyak petani kopi yang terdampak akibat pandemi COVID-19, karena meskipun produksi kopi tinggi, namun terdapat kendala akibat daya serap yang menurun.

"Ini dilatarbelakangi pemahaman bahwa banyak komoditas pangan yang tidak terserap, daya beli turun dan ekspor turun. Kami lihat salah satunya kopi, padahal produksinya sedang baik. Namun, karena menghadapi pandemi, penyerapan terganggu," katanya.

Hadir dalam webinar tersebut Direktur Utama LPDB-KUKUKM Supomo, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Atase Perdagangan KBRI Kairo Imam Adi Purwanto, Direktur Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah BRI Priyastomo, dan pengurus koperasi maupun pengusaha kopi di Indonesia.

Teten mengatakan koperasi dengan perkuatan LPDB-KUMKM, akan menjadi off taker (pembeli siaga) produk pertanian, sehingga akan terdapat perlindungan dari sisi pasar, karena produk akan dibeli oleh koperasi.

"Yang terjadi sekarang adalah petani kesulitan untuk menjual produknya. Kami rancang kelembagaan, sehingga penjualan produk ini dapat diintegrasikan dengan koperasi, agar petani tidak lagi mengalami kesulitan penjualan," ujarnya.

Lebih lanjut Kemenkop UKM juga akan terus berkomunikasi dengan Kementerian Pertanian dalam penyediaan bibit unggul serta penyuluhan, demi kesejahteraan petani.

"Kualitas bibit dan penanaman perlu ditingkatkan. Kami integrasikan dengan Kementan untuk penyuluhan dan penyediaan bibit unggul, sehingga akan meningkatkan perbaikan kesejahteraan petani," katanya.

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menegaskan ada tiga produk unggulan Lampung, yaitu lada, kopi, dan kakao.

Tercatat, produksi kopi di Lampung pada 2019 sebesar 110.264 ton, dengan luas lahan 156.821 hektare.

Lampung, katanya, merupakan penghasil kopi terbesar kedua di Indonesia. Produksi itu sebanyak 99,97 persen di antaranya berjenis robusta.

Pihaknya akan mendorong para petani kopi menggunakan lahan pertanian, karena saat ini petani kopi sebagian besar berasal dari hutan. "Sebaran kopi Lampung sebagian besar terdapat di hutan. Sehingga belum sepenuhnya tersentuh teknologi," katanya.

Arinal optimistis dengan hilirisasi sektor pertanian ke lahan rakyat akan berhasil, sehingga ditargetkan produksi kopi akan menjadi 4 ton per hektare dari 0,7 ton per hektare saat ini. "Kopi ditingkatkan 0,7 ton menjadi 4 ton per hektare di kawasan lahan rakyat, di mana teknologi untuk meningkatkan produktivitas bisa diterapkan," kata Gubernur Lampung.

Sementara Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menjelaskan produksi kopi arabica Gayo di Aceh merupakan terbesar di Asia Tenggara, yang telah diekspor ke 26 negara di dunia, dalam volume hingga 9.095 juta kilogram.

"Kopi arabica Gayo, yang berkualitas sangat baik dan bersertifikat, merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Puncak masa panen adalah akhir September 2020, yang dapat menghasilkan hingga 70 persen produksi. Aceh mengekspor 9.095 juta kilogram kopi Gayo ke 26 negara," ujarnya.

Namun menurutnya, akibat pandemi COVID-19, ekspor kopi dan rempah-rempah mengalami penurunan signifikan.

"Dampak COVID-19 melanda dunia, tak terkecuali berimbas juga ke industri kopi. Hal ini menjadi perhatian Pemda Aceh, karena kopi dan rempah sangat sedikit terserap pasar, sisanya menumpuk di gudang," kata Nova.

Pihaknya berharap pemerintah dapat melakukan intervensi agar biaya ekspor menjadi lebih terjangkau, juga menyediakan gudang dan membuka peluang pasar baru bagi para petani kopi di wilayahnya.

Baca juga: Gubernur Jatim lepas ekspor 19,2 ton kopi ke Inggris
Baca juga: Menristek: Indonesia bertekad salip Vietnam dalam produksi kopi

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020