PBB (ANTARA) - Para pemimpin dunia berkumpul bersama secara virtual untuk memperingati hari jadi ke 75 tahun Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Senin, menjelang Sidang Majelis Umum, pada saat pandemi COVID-19 menantang efektivitas dan solidaritas 193 negara anggota.

Sejak COVID-19 mulai muncul akhir tahun 2019 dan menyebar ke seluruh dunia hingga kini, jutaan orang sebisa mungkin berdiam diri di dalam rumah dan harus menghadapi tekanan ekonomi, negara-negara berfokus pula pada urusan di dalam negeri.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, kepada Reuters, mengatakan bahwa pandemi telah menunjukkan kerapuhan dunia.

Guterres berencana untuk menyampaikan kepada para pemimpin dunia bahwa mereka harus bekerja bersama di masa ini, ketika tantangan terhadap multilateralisme muncul berlebih, sementara solusi atas hal itu masih kurang.

Dewan Keamanan PBB selama berbulan-bulan ini menyampaikan seruan Guterres agar dunia melakukan gencatan senjata, demi membuat negara-negara berfokus pada perlawanan terhadap COVID-19.

Hal itu terkait dengan ketegangan yang tak mereda, bahkan kian memanas, antara dua kekuatan dunia, yakni China dan Amerika Serikat (AS).

Seluruh anggota Sidang Umum PBB hanya mengadopsi sebuah resolusi omnibus mengenai "respons komprehensif dan terkoordinasi" terhadap pandemi pada awal bulan ini, dan itu tidak secara konsensus. AS dan Israel memberikan suara tak setuju.

Permohonan dana PBB sebesar 10,3 miliar dolar AS (sekitar Rp151,5 triliun) untuk membiayai negara-negara rentan dan berpendapatan rendah pun hanya cair seperempatnya. Guterres kini pemimpin upaya mendorong ketersediaan vaksin untuk semua orang di seluruh dunia.

Peringatan 74 tahun PBB hari ini dilakukan sebelum Selasa (22/9) esok para pemimpin dunia melangsungkan pertemuan--tanpa satupun presiden atau perdana menteri yang hadir secara fisik di Markas Besar PBB di New York, AS.

Semua pidato pemimpin dunia itu telah direkam sebelumnya dan akan disiarkan di aula Majelis Umum, termasuk pernyataan dari Presiden RI Joko Widodo.

"Presiden RI, dalam pidatonya, akan mengangkat pentingnya mempertahankan relevansi PBB, termasuk dalam merespons berbagai tantangan global yang terjadi saat ini," ujar pejabat Kementerian Luar Negeri RI, akhir Agustus lalu.

Presiden juga akan menyampaikan harapan masyarakat terhadap lembaga multilateral itu, khususnya saat ini untuk menangani pandemi COVID-19. Sementara "Indonesia memiliki komitmen untuk turut menjaga keberadaan sistem multilateralisme" tersebut.

PBB dibentuk ketika negara-negara bangkit bersama setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadi konflik lainnya. Sementara tak terjadi Perang Dunia III, para pemimpin dunia akan mengadopsi sebuah pernyataan untuk mengakui "momentum kekecewaan".

"Dunia kita belum menjadi apa yang dibayangkan oleh para pendahulu 75 tahun yang lalu. Dunia ini terganggu dengan ketidaksetaraan, kemiskinan, kelaparan, konflik bersenjata, ketidakamanan, perubahan iklim, dan pandemi," dikutip dari pernyataan tersebut.

"Semua hal ini adalah untuk menyerukan aksi yang lebih besar, tidak kurang lagi," dikutip dari pernyataan yang sama.

Baca juga: WHO: kurangnya kepemimpinan global "ancaman terbesar" perangi pandemi
Baca juga: PBB tegaskan kembali soal solidaritas negara dunia hadapi pandemi
Baca juga: Sekjen PBB ingatkan bahaya kabar bohong di tengah pandemi COVID-19

Penerjemah: Suwanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020