Jakarta (ANTARA) - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengatakan, target pemerintah untuk membangun 15 pabrik gula pada periode 2020-2024 akan sulit tercapai tanpa adanya riset dan inovasi teknologi.

"Riset dan inovasi teknologi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas gula, menekan biaya produksi dan meningkatkan kapasitas produksi dengan cara yang lebih efisien," kata Felippa Amanta dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.

Menurut Felippa, pelibatan riset dan inovasi sangat dibutuhkan dalam membenahi kondisi industri gula di tanah air.

Ia berpendapat universitas maupun perusahaan swasta di Tanah Air dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekosistem riset terkait gula untuk kemudian dapat dimanfaatkan oleh perkebunan tebu dan pabrik gula.

Riset dan inovasi itu, ujar dia, juga diharapkan dapat membantu upaya revitalisasi pabrik gula yang sudah berusia ratusan tahun sehingga bisa berproduksi secara lebih efisien.

"Banyak hal yang perlu diprioritaskan dalam pembenahan industri gula. Salah satunya adalah memperbaiki kualitas gula nasional supaya bersaing dengan gula impor, baik secara harga maupun kualitas," terangnya.

Felippa mengapresiasi lahirnya 12 pabrik gula tahun lalu merupakan salah satu bentuk keberhasilan pemerintah dalam memberikan insentif bagi pelaku industri gula yang berencana berinvestasi atau bahkan memperluas bisnisnya.

Bentuk insentif yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) nomor 10 tahun 2017 memberikan Fasilitas Akses Bahan Baku Industri Gula dalam bentuk pelonggaran impor gula kristal mentah selama kurun waktu tertentu.

Namun, lanjutnya, berbagai bentuk insentif ini juga tetap harus diikuti adanya ekosistem yang mendukung berkembangnya inovasi teknologi.

"Permenperin nomor 10 tahun 2017 yang memperbolehkan penggunaan gula mentah impor untuk diolah dan secara bertahap digantikan dengan gula lokal ini diharapkan tidak hanya dapat mendorong tumbuhnya produsen gula, tapi juga untuk meningkatkan kualitas gulanya dapat memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri," ucap Felippa.

Untuk menjaga kestabilan harga gula, Felippa juga menyarankan adanya evaluasi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 117 tahun 2015 pasal 3 yang menjelaskan bahwa jumlah gula yang diimpor harus sesuai dengan kebutuhan gula dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian terus mendorong pembangunan pabrik gula baru, yang terintegrasi lahan tebu, guna memenuhi kebutuhan pasar domestik yang semakin meningkat, baik untuk konsumsi langsung maupun bahan baku industri makanan dan minuman.

Pendirian pabrik gula baru itu membutuhkan kebijakan strategis, yang dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif di Tanah Air.

"Kami fokus memacu pembangunan pabrik-pabrik gula baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu, sehingga dapat beroperasi dengan penuh," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (26/8).

Menperin menjelaskan guna mencapai sasaran tersebut, perlu adanya fasilitas memperoleh bahan baku dalam rangka pembangunan pabrik gula baru maupun perluasan investasi. Hal ini bertujuan untuk menarik minat investasi, meringankan beban biaya investasi yang besar, dan membantu efisiensi operasional pabrik.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020