Jakarta (ANTARA) - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR, Puan Maharani, melalui Surat Presiden Nomor R-05/Pres/01/2020 tanggal 24 Januari 2020 telah ditembuskan juga kepada DPD RI.

Pengajuan RUU PDP oleh pemerintah menunjukkan keseriusan Presiden Joko Widodo untuk melindungi data warga negaranya dari serangan entitas anonim yang kerap hadir di dunia maya.

Entitas anonim itu adalah kekayaan pikiran manusia yang digunakan oleh aplikasi ponsel pintar untuk menjadi produk mereka, untuk dijual kepada yang mau membayar.

Semua itu dilakukan dengan persetujuan tentu, tapi tanpa kesadaran oleh sang pemilik kekayaan.

Si pemilik kekayaan bisa dianggap menyerahkan kekayaan mereka secara sukarela, karena keputusan itu dibuat secara sadar, lewat perangkat gawai yang kerap dianggap sebagai teman setia.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menjelaskan bahwa insiden peretasan dan serangan siber yang semakin masif, serta penggunaan data pribadi masyarakat Indonesia dengan tanpa izin merupakan alasan membentuk RUU Perlindungan Data Pribadi.

Menkominfo Johnny mendukung sekali agar fasilitas telekomunikasi digital yang disediakan saat ini betul-betul menjadi arena berselancar yang aman bagi bangsa Indonesia.

Johny, saat ditemui di Senayan, Jakarta, Senin (5/11), mengatakan sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengendalikan apabila ada pengguna-pengguna yang menyimpang yang tidak memenuhi kewajiban sipil, dan memastikan hak sipil terlindungi dengan baik.

Baca juga: Kominfo ingatkan masyarakat kritis saat diminta berikan data pribadi

Kecerdasan buatan
Perlahan, masyarakat mulai menyadari kemampuan kecerdasan buatan dunia maya telah sanggup menyetir perilaku manusia yang berselancar di dunia maya.

Sebuah iklan ayam geprek dalam aplikasi ojek online dapat muncul seketika di notifikasi layar ponsel pintar anda, saat anda bahkan baru memikirkan, "enaknya nanti siang makan ayam geprek atau salad?"

Itu karena manusia kerap meremehkan apa efek negatif yang timbul dari berbagai komentar, like, postingan foto dan informasi yang dibagikan ke dunia maya.

Padahal, informasi itu dapat dianalisis oleh pihak yang berkompeten sebagai data yang dapat diolah untuk tujuan tertentu seperti misalnya, memetakan manusia.

Direktur Deteksi Ancaman Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Sulistyo mengingatkan agar hati-hati membagikan informasi ke dunia maya.

Setiap informasi yang anda bagikan ke dunia maya memiliki kemampuan mereplikasi diri anda dengan algoritma nya, sehingga kumpulan informasi-informasi yang anda bagikan di media sosial itu menjadi berguna bagi kalangan tertentu.

Bahkan, menurut Sulistyo, sebenarnya seseorang yang bukan intelijen pun bisa mendidik dirinya sendiri agar menjadi private investigator (intelijen mandiri) karena orang Indonesia gampang sekali membagikan informasi.

Baca juga: MASTEL ingin DPR pastikan RUU PDP lindungi privasi warga negara

Sulistyo mengakui bahwa masyarakat Indonesia cenderung untuk menceritakan apa aja dan ​ketika berinteraksi di dunia maya menggunakan ponsel cerdas, secara diam-diam, teknologi kecerdasan buatan di dunia maya mereplikasi model diri.

Semakin lama dan intens penggunaan gawai tersebut, semakin akurat model diri yang dibuat. Lama-lama, model diri itu akan menjadi diri kita seutuhnya. Akibatnya, tak ada yang benar-benar rahasia lagi antara kita dengan para pengolah data di dunia maya.

Dampaknya, para pemakai data bisa menggunakan itu menjual produk mereka atau bahkan melakukan berbagai kegiatan kriminal lainnya seperti pemerasan dan pencurian rekening.

Kasus wartawan senior, Ilham Bintang menjadi contoh yang paling aktual terkait hal ini.

Kengerian dunia maya tidak berhenti di situ, anda mungkin menyadari ketika anda akhirnya membeli ayam geprek yang diiklankan oleh aplikasi ojek online tadi.

Padahal mungkin anda sedang diet. Lalu mengapa anda membeli ayam geprek. Ya, bisa dibilang anda telah dimanipulasi untuk membeli ayam geprek itu.

Sejujurnya, pihak yang mampu menganalisis dengan tepat tentang kesukaan anda adalah pemenang dalam kompetisi tak adil ini.

Terkadang, pihak-pihak tersebut tak hanya berkompetisi untuk mendapatkan uang. Bisa jadi untuk mendapatkan kekuasaan, kenapa tidak?

Dengan data yang dimiliki, pola pikir, nilai, dan norma dapat terkalahkan dengan mayoritas suara terbanyak. Pernah terjadi di Amerika Serikat pada 2016, dimana banyak kalangan akan sulit menemukan alasan mengapa Presiden Donald Trump mampu memenangi Pemilu AS dengan mengalahkan Hillary Clinton.

Atau di Indonesia, tentang mengapa orang-orang percaya bahwa ada yang berupaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Jadi, sekarang perang media sosial itu pakai metodologi. Perang bertujuan membuat bimbang sikap publik pada pemberantasan korupsi. Dalam rangka menggiring opini pembenaran atau justifikasi, digunakan bot-bot. Seperti yang diulas para pakar media sosial," ujar Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Ketika anda percaya ada pelemahan KPK, algoritma dunia maya akan terus menampilkan sesuatu yang mendukung keinginan anda. Hal yang sama berlaku sebaliknya.

Bayangkan apabila algoritma itu kemudian mencoba mengatur ulang pikiran anda dengan mendobrak apa yang anda percayai. Maka yang timbul adalah komentar-komentar baru, yang bisa dijadikan data untuk menyetir pikiran anda kembali.

Untuk mengatasi itu, Kementerian Kominfo membuat RUU PDP agar kita dapat memahami pikiran kita, sebelum algoritma membuat pikiran untuk kita.

Caranya, dengan memastikan bahwa anda membuat persetujuan sebelum membagikan sesuatu di dunia maya.

Kominfo menyatakan penting bagi Indonesia untuk melindungi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) demi melindungi hak masyarakat.

UU PDP nanti juga akan mengatur soal pengumpulan data yang saat ini masih bersifat sektoral, misalnya sektor kesehatan dan kependudukan yang memiliki aturan masing-masing.

RUU PDP saat ini akan masuk ke tahap pembahasan, ditargetkan selesai pada November 2020.

Baca juga: Willy Aditya sebut RUU PDP atur sisi gelap internet

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020