Tanjungpinang (ANTARA) - Dukungan partai politik terhadap pasangan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah melekat setelah didaftarkan di KPU sehingga dukungan tersebut tidak dapat dialihkan kepada kandidat lain, kata pengamat hukum tata negara, Pery Rahendra Sucipta, di Tanjungpinang, Kamis.

"Ketentuan itu berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3/2017 Pasal 6 ayat 5, yang diperkuat dengan Surat Nomor 742 KPU RI berisi penjelasan salah satunya terkait mekanisme pencalonan saat pilkada," ujarnya, yang juga Ketua Laboraturium Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.

Namun di dalam ketentuan itu, menurut dia ada pengecualian, yang hanya dapat terjadi bisa bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mendaftar di KPU mengubah komposisi partai pengusung. Jadi perubahan dalam komposisi koalisi partai pengusung hanya terjadi bila bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mengubahnya, bukan disebabkan oleh salah satu partai menarik dukungan.

Baca juga: KPU Gunung Kidul: Massa kampanye rapat umum maksimal 100 orang
Baca juga: Erick Thohir ajak kontestan pilkada bantu pemerintah tekan kasus COVID


Contohnya, dalam Pilkada Kabupaten Bintan 2020 pada saat tahapan pendaftaran calon bupati dan wakil bupati hanya Apri Sujadi-Roby Kurniawan yang mendaftar.

Persyaratan pendaftaran salah satunya, dukungan dari partai politik atau gabungan politik yang harus memenuhi persyaratan 20 persen atau lima kursi dari 25 kursi di DPRD Bintan.

Apri-Roby sudah mengantongi 21 dari 25 kursi yakni Partai Amanat Nasional satu kursi, Partai Hanura satu kursi, Partai Demokrat delapan kursi, PDIP dua kursi, PKS tiga kursi, dan Golkar sebanyak enam kursi. Ketika berkas persyaratan tersebut masuk di KPU Bintan, dan dinyatakan lengkap, maka konsekwensi yang terjadi yakni seluruh partai pengusung tersebut sudah terkunci, tidak dapat mengalihkan dukungan kepada kandidat lain.

Bila ada salah satu partai keluar dari koalisi partai yang mengusung Apri-Roby, kemudian mengusung kandidat lain, maka cacat hukum sehingga seharusnya tidak memenuhi persyaratan.

Kunci tersebut, menurut dia hanya dapat dibuka oleh Apri-Roby. Caranya, Apri-Roby mengeluarkan satu atau beberapa partai pengusung. Kemudian Apri-Roby mendaftar kembali ke KPU Bintan saat pembukaan perpanjangan pendaftaran pada 11-13 September 2020, dengan komposisi partai koalisi yang berbeda.

Bila Apri-Roby tidak mendaftar kembali, maka komposisi koalisi partai tidak dapat berubah, meski muncul beragam dinamika politik dan persepsi.

"Yang diperdebatkan itu bunyi dari Pasal 6 PKPU Nomor 3/2017 itu 'dikeluarkan', sehingga yang berhak mengeluarkan partai itu adalah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Jadi partai tidak berhak keluar dari partai koalisi tanpa dikeluarkan oleh kandidat pilkada," tegasnya.

Baca juga: MCCC minta KPU Surabaya umumkan hasil "swab" calon peserta pilkada
Baca juga: Calon tunggal? Jangan cemas.


Sebelumnya, Pengamat kebijakan publik Wahyu Eko Yudiatmaja berpendapat Apri Sujadi-Roby Kurniawan dapat dipastikan sebagai pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Bintan tunggal atau tidak ada lawan.

"Partai-partai yang memperoleh 21 kursi di DPRD Bintan mengusungnya. Hanya sisa Partai NasDem yang memperoleh empat kursi sehingga tidak memenuhi persyaratan pencalonan," ujarnya.

Wahyu yang juga dosen mata kuliah Administrasi Publik FISIP Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang menjelaskan partai-partai yang sudah mengusung Apri-Roby sudah "tersandera" sehingga rugi bila memiliki keinginan keluar dari partai koalisi untuk bergabung dengan Partai NasDem. Kerugian itu disebabkan partai yang sudah mengusung Apri-Roby tidak dapat mengusung maupun mendukung pasangan lainnya kendati keluar dari koalisi partai.

Hal itu diatur dalam Peraturan KPU Nomor 3/2017 Pasal yang menegaskan "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik menarik dukungan dan/atau menarik bakal calon dan/atau bakal pasangan calon yang telah didaftarkan, partai politik atau gabungan partai politik tersebut dianggap tetap mendukung bakal pasangan calon yang bersangkutan, dan tidak dapat mengusulkan bakal calon dan bakal pasangan calon pengganti".

"Bunyi aturan itu sudah jelas sehingga partai yang keluar dari koalisi partai tidak dapat mengusung kandidat lain, karena peraturan yang menganggap partai itu tetap mengusung pasangan bakal calon sebelumnya," katanya, yang juga Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi FIA Universitas Indonesia.

Selain persoalan itu, Wahyu juga menyorot kebijakan perpanjangan waktu pendaftaran bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Bintan setelah dilakukan sosialisasi. Perpanjangan waktu pendaftaran, menurut dia hanya sebagai pemenuhan ketentuan, namun tidak berlandaskan pada realitas kebutuhan sehingga menimbulkan persepsi negatif.

Persepsi itu terbentuk lantaran pasangan Apri-Roby tidak perlu lagi mendaftar ulang karena KPU Bintan sebelumnya sudah menyatakan berkas mereka lengkap. Pendaftaran ulang hanya perlu dilakukan seandainya terjadi perubahan komposisi partai pengusung.

Namun perubahan komposisi partai pengusung pun tidak memungkinkan terjadi berdasarkan Peraturan KPU RI Nomor 3/2017 Pasal 6.

Perpanjangan waktu pendaftaran hanya menunjukkan sikap yang kurang bijak lantaran KPU Bintan sudah mengetahui Partai NasDem tidak memungkinkan untuk mengusung pasangan bakal calon sebagai rival politik Apri-Robby.

Selain membuang waktu dan energi, kata dia perpanjangan waktu pendaftaran juga membuang anggaran.

"KPU Bintan itu memperpanjang waktu pendaftaran 11-13 September 2020 menunggu siapa? Maka sebaiknya ambil kebijakan, diskresi yang tepat, dan didukung oleh kebijakan KPU RI," ucapnya.

Baca juga: Akademisi sebut pilkada melahirkan banyak masalah lokal
Baca juga: SKB Pengawasan Netralitas ASN di Pilkada 2020 ditandatangani

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020