Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebutkan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang hanya diikuti pasangan calon tunggal terus meningkat trennya dari tahun ke tahun.

"Dalam perkembangan pilkada 2015-2018, angkanya mengalami kenaikan," kata anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo, saat diskusi publik virtual LHKP Muhammdiyah bertema "Oligarki Parpol dan Fenomena Calon Tunggal", Rabu.

Baca juga: Calon tunggal, KPU perpanjang pendaftaran Pilkada Kabupaten Bintan

Pada pilkada 2015, kata Dewi, hanya ada tiga daerah yang calonnya tunggal, yakni di Kabupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara.

Pada pilkada 2017, jumlahnya pilkada dengan pasangan calon tunggal bertambah menjadi sembilan daerah, dan pada 2018 ada 16 pasangan calon tunggal.

"Untuk 2020 ini, ada 28 potensi pasangan calon tunggal. Karena saat ini sedang dalam proses pembukaan kembali tahapan pencalonan sebagaimana ketentuan KPU," katanya.

Menurut dia, setidaknya ada tiga penyebab munculnya pasangan calon tunggal pada pilkada, yakni pertama karena "candidate oriented", yakni berorientasi pada ketokohan seseorang, bukan gagasan.

Baca juga: KPU Gowa dan Soppeng perpanjang masa pendaftaran peserta Pilkada 2020

Kedua, parpol yang elitis karena parpol cenderung dibangun dari elite atau kalangan atas, bukan dari "grassroot" (masyarakat bawah).

Ketiga, Dewi menyebutkan besarnya peluang kemenangan pasangan calon tunggal pada kontestasi pilkada sebagaimana realita yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Dari 28 pasangan calon tunggal yang mengikuti pilkada pada 2015, 2016, dan 2018, kata Dewi, hanya satu calon yang gagal, yakni di Makassar pada pilkada 2018.

"Faktanya, berhadapan dengan kotak kosong peluang kemenangannya sangat besar," kata Dewi.

Baca juga: Pilkada Ngawi berpeluang lawan kotak kosong

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020