Jakarta (ANTARA) -

Pandemi COVID-19 dan efek berpindah ke pendidikan online telah mengungkapkan kesenjangan digital yang mencolok di negara-negara di kawasan di Asia Tenggara yang dinilai memiliki penetrasi internet yang tumbuh paling cepat di dunia.

Antara anak-anak yang memiliki akses kesempatan belajar digital dan yang tidak seringkali terjadi di daerah terpencil. Mereka yang rentan paling terpengaruh oleh kesenjangan digital ini ialah anak laki-laki dan perempuan.

Pandemi COVID-19 menyebabkan kerusakan di berbagai bidang termasuk pendidikan, kesehatan dan ekonomi negara-negara anggota ASEAN serta negara-negara di dunia, sementara globalisasi dan integrasi budaya di kawasan ASEAN maupun di dunia sedang berkembang pesat.

Dalam kaitan ini pandemi COVID-19 telah mengganggu sistem pembelajaran Indonesia misalnya. Sekitar 45 juta siswa saat ini tidak dapat melanjutkan kegiatan belajarnya di sekolah. Sekolah diberikan fleksibilitas untuk memilih bentuk pembelajaran jarak jauh yang paling sesuai. Namun, Pemerintah menyediakan portal online gratis dan platform berbagi pembelajaran online untuk mendorong berbagi pengetahuan.

Untuk memberikan dukungan anggaran, dikeluarkan peraturan menteri yang mengizinkan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk mensubsidi biaya internet bagi siswa dan guru. Berdasarkan Perpres yang dikeluarkan tahun 2020, anggaran Kementerian Pendidikan dinaikkan sebesar 96 persen dengan porsi anggaran sebagian besar ditujukan untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.

Hambatan utama datang dari ketimpangan infrastruktur di dalam dan antarpulau. Kesenjangan digital telah membuat banyak siswa dirugikan selama penutupan sekolah, terutama mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah dan daerah pedesaan.

Mempersempit kesenjangan infrastruktur dan kesenjangan digital masuk dalam beberapa agenda ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) sejak beberapa tahun terakhir. Di Sidang Umum AIPA yang lalu, Indonesia juga mengajukan resolusi kerja sama untuk mengatasi tantangan terkait Revolusi Industri 4.0.

Apa yang terjadi akibat wabah COVID-19 telah menarik perhatian besar sekumpulan wakil rakyat yang tergabung dalam organisasi parlemen AIPA. Mereka yang tergabung dalam AIPA terus berupaya mengukuhkan perannya di ASEAN agar menjadi lembaga garis depan untuk membantu memantapkan dan memperkuat ASEAN.

Jika ASEAN adalah perhimpunan 10 negara di wilayah Asia Tenggara, AIPA adalah sebuah perkumpulan atau majelis bagi parlemen, atau lembaga-lembaga legislatif negara-negara anggota ASEAN itu.

Seperti lembaga legislatif pada umumnya, tujuan utama dari majelis ini ialah membuat rujukan atau usulan kebijakan-kebijakan terkait kepentingan dan isu yang berkembang di wilayah Asia Tenggara, yang nantinya diharapkan untuk diimplementasikan di negara-negara anggota ASEAN: Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Vietnam yang mendapat giliran menjadi ketua ASEAN dan AIPA tahun 2020 telah menyiapkan diri untuk menyelenggarakan the 41st AIPA General Assembly, yang akan diadakan secara virtual pada 8-10 September 2020.

Untuk tujuan mempromosikan saling pengertian di antara negara-negara di kawasan, Majelis Nasional Vietnam berinisiatif menjadi tuan rumah konferensi tentang Kemitraan Parlemen ASEAN bagi pembangunan berkelanjutan di kawasan.

Tema yang dipilih adalah kerjasama budaya dan pendidikan yang bertujuan untuk bertukar pandangan tentang nilai-nilai budaya yang berkarakter dalam kaitannya dengan nilai-nilai universal di bidang budaya dan pendidikan, menuju ASEAN Unity in Diversity. Inisiatif ini didukung secara kolektif oleh negara-negara anggota ASEAN.

Defisit infrastruktur

ASEAN harus menemukan cara yang lebih inovatif untuk mengatasi tantangan infrastruktur saat ini untuk konektivitas tanpa batas. Ini akan mencakup cara-cara inovatif mengatasi defisit infrastruktur di kawasan.

Untuk menciptakan kesempatan pendidikan dan mendistribusikan kesempatan pendidikan kepada masyarakat, Thailand misalnya memiliki proyek kerajaan bernama Televisi Pembelajaran Jarak Jauh (DLTV) yang diluncurkan pada 5 Desember 1995 untuk membantu menghilangkan ketimpangan pendidikan.

DLTV memberikan kualitas pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran yang sama di antara sekolah-sekolah yang berpartisipasi. Ini juga membantu dalam memecahkan masalah kekurangan guru dengan cara yang efisien. Proyek ini telah berhasil selama lebih dari 20 tahun dalam membantu mengurangi ketimpangan pendidikan.

Selama masa pandemi COVID-19, penutupan sekolah merupakan bagian dari langkah Pemerintah untuk mengendalikan dan menahan penyebaran COVID-19. DLTV telah dipilih dan diperkenalkan kepada anak-anak Thailand di semua tingkatan sebagai sistem pembelajaran alternatif.

Sistem pembelajaran tersebut tidak wajib. Ini hanya memberi anak-anak kesempatan untuk meninjau kembali mata pelajaran mereka dan menghabiskan waktu mereka dengan bijak sebelum sekolah dibuka kembali.

Konferensi AIPA ini bertujuan agar anggota parlemen dan mitra AIPA dapat mempertimbangkan mekanisme kerja sama di bidang pendidikan dan budaya yang mengarah pada pelaksanaan Agenda 2030 PBB untuk pembangunan berkelanjutan, yang kemudian berkontribusi untuk memajukan identitas budaya ASEAN, membangun komunitas kekayaan ASEAN, kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan.

Sebagai pembuat hukum, para anggota parlemen perlu mengambil tindakan yang konsisten dengan mandat dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Hanoi dari Majelis IPU ke-132: “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan: Mengubah kata menjadi tindakan” pada April 2015.

Dalam konferensi AIPA kali ini, Hanoi akan fokus pada topik kerjasama di bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai isu utama yang berperan penting dalam membangun Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN.

Dalam pembangunan suatu negara atau bangsa dan seluruh umat manusia, pendidikan dan budaya menjadi latar belakang fundamental untuk memajukan kemajuan sosial dan pembangunan berkelanjutan.

Kerjasama pendidikan dan budaya dalam beberapa tahun terakhir telah diperkuat dan dimajukan di antara negara-negara anggota ASEAN, dan sebagai konsekuensinya, mencapai hasil yang luar biasa.

Namun, masih terdapat beberapa kendala untuk pendidikan dinASEAN, seperti kesenjangan kualitas pendidikan yang semakin lebar, standar manajemen, anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan, kurangnya konektivitas sistematis antara program pelatihan nasional, saling pengakuan kualifikasi, internasionalisasi ijazah di kawasan.

Selain itu, pelestarian warisan budaya di ASEAN juga menghadapi tantangan yang cukup besar sebagai akibat dari perubahan iklim, bencana alam, pencemaran dan konsekuensi lain dari pemanfaatan pariwisata yang berlebihan.



Koordinasi AIPA-ASEAN

Di sela-sela KTT ASEAN ke-36 pada 26 Juni berlangsung pertemuan online antara para pemimpin ASEAN dan AIPA, Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc selaku Presiden ASEAN 2020, Ketua Majelis Nasional Nguyen Thi Kim Ngan, Ketua AIPA ke-41 memimpin pertemuan tersebut.

Berbicara pada pertemuan tersebut sebagai Ketua AIPA ke-41, Ketua Majelis Nasional Nguyen Thi Kim Ngan sangat mengapresiasi upaya bersama ASEAN dalam menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan mendukung pelaksanaannya. Padahal, inisiatif ASEAN terus mendampingi dan mendukung pemerintah negara-negara ASEAN dalam menerapkan solusi pengendalian dan penanggulangan pandemi.

Nguyen Thi Kim Ngan menegaskan, pihaknya ingin lebih banyak melakukan koordinasi antara AIPA dan ASEAN di semua tingkatan. Pada kesempatan ini, dia mengusulkan tiga bidang yang akan dipromosikan AIPA bekerjasama dengan ASEAN: Dari segi politik - keamanan, AIPA terus memperkuat kerja sama untuk memastikan transparansi dan keterbukaan., pendekatan berbasis hukum yang menekankan peran sentral ASEAN.

Parlemen AIPA mengakui pentingnya perdamaian, stabilitas, keamanan, keselamatan, dan kebebasan navigasi dan penerbangan terlebih di Laut China Selatan, serta mempromosikan pembangunan kepercayaan dan langkah-langkah pencegahan untuk meningkatkan kepercayaan yang tinggi di antara para pihak.

Para pihak perlu menahan diri, tidak terlibat dalam perilaku yang dapat memperumit situasi; terus menyelesaikan sengketa melalui tindakan damai sesuai dengan hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, bekerja secara aktif menuju implementasi yang penuh dan efektif Deklarasi 2002 tentang Perilaku Para Pihak di LCS (DOC) secara keseluruhan dan kesimpulan awal dari Kode Perilaku yang efektif dan substantif di kawasan itu (COC).

Pada saat yang sama, AIPA mengusulkan untuk memperkuat kerja sama substantif antara AIPA dan ASEAN, mempromosikan kemitraan dalam konektivitas regional, meningkatkan kapasitas negara-negara ASEAN menanggapi masalah keamanan non-tradisional.

Secara ekonomi, dalam rangka berkontribusi dalam membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN yang inklusif dan tangguh, parlemen anggota AIPA berkomitmen untuk mendorong ratifikasi perjanjian dan kesepakatan kawasan ke arah peningkatan kerja sama untuk membangun kebijakan pengembangan ekonomi sirkular, energi terbarukan, inovasi, secara proaktif beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0; memprioritaskan penguatan upaya penyelesaian negosiasi dan penandatanganan awal Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Dari sisi sosial budaya, AIPA mendorong peningkatan peran perempuan, anak, dan lansia dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan sosial ekonomi, menyambut upaya ASEAN pada tahun 2020 untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

AIPA menghimbau negara-negara anggota ASEAN untuk lebih meningkatkan semangat persahabatan, kerja sama, tanggung jawab, penghormatan terhadap keanekaragaman di ASEAN, dan pada saat yang sama memperluas pertukaran, mendukung dan mengembangkan pariwisata berkelanjutan.

*Muhammad Anthoni adalah mantan redaktur senior Kantor Berita ANTARA

Baca juga: ASEAN didorong untuk satu suara dalam hadapi tantangan

Baca juga: ASEAN perlu investasi "smart farming" untuk dukung ketahanan pangan

 

Copyright © ANTARA 2020