IPM Indonesia terus meningkat dari 66,53 pada tahun 2010, menjadi 71,92 pada tahun 2019.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengingatkan tugas penting mengisi kemerdekaan Indonesia adalah untuk memanusiakan manusia Indonesia.

"Tujuannya agar perjalanan 75 tahun kemerdekaan bisa menghantarkan berbagai pencapaian kemerdekaan di segala bidang pembangunan. Misalnya, peningkatan pendapatan per kapita dan indeks pembangunan manusia (IPM)," kata Bamsoet di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut disampaikan Bamsoet dalam Sarasehan Virtual Kebangsaan bertema "Refleksi 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia" yang diselenggarakan Pergerakan Indonesia Maju dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta.

Turut serta dalam sarasehan virtual itu, antara lain Ketua Umum Pergerakan Indonesia Maju Prof. Din Syamsuddin, Sekjen Pergerakan Indonesia Maju Amirah Nahrawi, dan narasumber lainnya, antara lain Franz Magnis Suseno, Letjen TNI (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo, K.H. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Prof. Dr. Meutia Hatta, dan Haris Pertama.

Baca juga: Ketua MPR apresiasi Presiden Jokowi luncurkan bantuan presiden

Bamsoet menyampaikan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia pada tahun 2019 mencapai Rp59,1 juta atau setara 4.174,9 dollar AS.

Proyeksi IMF menunjukkan PDB per kapita Indonesia pada tahun 2020 akan naik sebesar 4.460 dolar AS. Bahkan, per Juli 2020, Bank Dunia menaikkan kelas Indonesia dari negara berpenghasilan menengah bawah menjadi negara berpenghasilan menengah atas.

BPS juga mencatat sejak 10 tahun terakhir, IPM Indonesia terus meningkat dari 66,53 pada tahun 2010, menjadi 71,92 pada tahun 2019. Beberapa indikator yang dijadikan rujukan penilaian IPM, antara lain usia harapan hidup dan kesehatan masyarakat, pendidikan, serta standar hidup yang layak.

"Selama periode tersebut, status IPM meningkat dari level sedang menjadi tinggi," ujarnya.

Mantan Ketua DPR RI itu mengatakan bahwa beragam pendekatan dan konsepsi dapat menjadi tolok ukur dalam memaknai kemerdekaan pada era modern, antara lain kemerdekaan dari ketergantungan (kemandirian), kedaulatan di bidang politik, dan kemerdekaan dari kemiskinan.

Selain itu, kemerdekaan dari kebodohan, jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan masih banyak lagi konsepsi kemerdekaan yang hadir dalam geliat diskusi dan dialektika di ruang publik.

Pada bulan Februari 2020, Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) mencatat setidaknya ada 15 komoditas pangan strategis, di antaranya bawang putih, gandum, gula, daging yang mempunyai angka ketergantungan impor cukup tinggi, antara 30 dan 100 persen.

Baca juga: Ketua MPR: Hasil tes COVID-19 harusnya cepat

Menteri Riset dan Teknologi pada bulan Mei 2020, kata Bamsoet, menyatakan bahwa angka ketergantungan pada produk impor di bidang kesehatan mencapai 90 persen.

"Ini menandakan belum sepenuhnya kita bisa mandiri," kata Bamsoet.

Dari perspektif kedaulatan di bidang politik, lanjut Kepala Badan Bela Negara FKPPI itu, secara domestik harus disyukuri berdasarkan data BPS di awal Agustus 2020, Indeks Demokrasi Indonesia telah mencapai angka 74,92 (dalam skala 0 sampai 100), atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 72,39.

Sementara itu, kemerdekaan dari kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah. Jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2020 menurut data BPS sebanyak 26,42 juta.

Dengan pandemi COVID-19 yang masih membayangi, kata Bamsoet, tentunya angka ini masih mungkin berpotensi naik. Angka pengangguran hingga 2021 diprediksi 12,7 juta.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu menegaskan bahwa hasil apa pun yang telah diraih bangsa Indonesia pada usianya yang ke-75 tahun bukanlah milik satu rezim pemerintahan.

Segala dinamika, kesuksesan, dan kegagalan, kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) itu, adalah hasil dari sebuah proses panjang perjalanan sejarah yang telah dilewati bersama sebagai sebuah bangsa.

Baca juga: Ketua MPR cermati banyaknya guru terpapar COVID-19 di Surabaya

Sejarah mencatat bahwa setiap peluh keringat dan setiap tetes darah pahlawan bangsa adalah saksi bisu betapa mahalnya harga sebuah kemerdekaan.

"Maka, meskipun sudah sering digaungkan dan diangkat sebagai tema diskusi, refleksi, kritik, atau autokritik, mempertanyakan kembali makna kemerdekaan perlu menjadi bahan perenungan bagi seluruh elemen bangsa," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020