Memang Bunga Rampai punya kapasitas melakukan inovasi itu
Jakarta (ANTARA) - Resto Bunga Rampai memiliki cara tersendiri menyambut 75 tahun Indonesia merdeka, yakni membuat inovasi kuliner dengan mengangkat makanan dan minuman rakyat 'dikawinkan' dengan "desert" Italia bernama gelato, sejenis es krim.

Konsultan politik Denny JA mengaku kagum dengan inovasi kuliner yang dilakukan restoran yang dikelola Mulia Jayaputri, istrinya itu.

"Memang Bunga Rampai punya kapasitas melakukan inovasi itu," katanya, melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Selasa.

Makanan dan minuman  rakyat seperti rujak beubek, cendol duren, dan kepyok nangka, kata dia, diangkat ke level internasional, 'dikawinkan' dengan desert italia, bernama gelato.

"Akibatnya lahirlah produk yang unik: gelato rujak beubek, gelago cendol duren, dan gelato kopyor nangka," kata Denny yang juga penggemar berat gelato itu.

Pada tahun lalu, Denny menyampaikan Bunga Rampai mendapat penghargaan tertinggi Adikarya 2019 sebagai restoran terbaik di Jakarta untuk kategori Indonesian Formal Dining.

Resto Bunga Rampai mengalahkan empat nominasi lain: Kembang Goela (Sudirman); Harum Manis (Sudirman), Roro Jonggrang (Menteng), dan Seribu Rasa (Menteng).

Bahkan, ujar Denny, sudah beberapa kali pula Resto Bunga Rampai diundang sebagai penyedia makanan pertemuan pemimpin dunia, di Davos, Swiss (World Economic Forum) tempat para pemimpin pemerintahan, bisnis dan civil society dunia berjumpa dalam forum itu.

Yang istimewa dari Bunga Rampai, kata Denny, restoran tersebut mengangkat makanan Indonesia dari Aceh hingga Papua ke tingkat internasional hingga acapkali dijadikan tempat untuk menjamu tamu negara, dan didatangi selebriti internasional.

"Dengan pengalaman itu, inovasi kuliner bunga rampai mengangkat makanan rakyat Indonesia ke level internasional memang memiliki track record yang kuat," katanya.

Menurut Denny, sudah saatnya semakin banyak produk Indonesia yang "goes international", sebagaimana warisan budaya seperti batik, lagu Bengawan Solo dan gamelan Jawa.

Pada tahun 2019, di New York, dalam pertemuan delegasi sejumlah negara untuk bidang keamanan PBB, sebagian dari mereka menggunakan kemeja batik Indonesia.

Kemudian pada 2018, Di Korea Selatan, profesor musik di Seoul Institute of Art, Lee Jung Pyo, menyanyikan lagu Bengawan Solo dan mengiringinya dengan alat tradisional Korea Gayageum, sejenis kecapi.

"Dalam hitungan hari, video Bengawan Solo oleh Lee Jung Pyo itu viral di dunia maya dan ditonton 230 ribu kali," katanya.

Itu semua, kata dia, produk lokal Indonesia yang dikawinkan dengan elemen internasional, dan inovasi juga terjadi di dunia kuliner.

"Sungguh seru jika di sela-sela percakapan krisis ekonomi dan cara memperbaikinya, para pemimpin dunia itu menikmati rujak beubek, cendol duren dan kopyor nangka, dalam bentuk gelato," kata Denny JA.
Baca juga: Resto cepat saji asal Dubai buka cabang di Purwokerto

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020