Kediri (ANTARA News) - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Jawa Timur, Hari Tri Wasono mengimbau agar kalangan jurnalis ikut memperhatikan keselamatan pribadi, terutama saat bertugas.

"Ancaman bukan hanya di medan perang, melainkan banyak hal. Bisa jadi, ketika ada unjuk rasa, maupun teror fisik," katanya usai kegiatan "nonton bareng" film Balibo di sebuah lokasi radio swasta, Jumat malam.

Ia mengatakan, kejadian dalam film Balibo tersebut memang mengisahkan perjuangan wartawan untuk meliput di daerah konflik, khususnya dari segi keselamatan. Namun, terdapat beberapa kebijakan yang seharusnya dilakukan, antara lain, keselamatan.

Walaupun saat ini, Indonesia terbilang bukan daerah konflik yang berakhir dengan senjata, Hari mengatakan, keselamatan nyawa juga harus diperhatikan. Ia menilai, hal itu penting dilakukan, dan bukan berarti tanpa mengesampingkan kepentingan lainnya.

Ia menyebut, beberapa kasus kekerasan kepada wartawan banyak terekam di AJI Kediri selama 2009 ini. Beberapa kasus tersebut antara lain adanya intimidasi oknum polisi terhadap Aris, wartawan Harian Memorandum Ponorogo.

Ia diperiksa oleh Kepolisian Resor Ponorogo dan dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait berita yang ditulisnya tentang dugaan kecurangan dalam Pemilu 2009.

Walaupun ia hanya ditetapkan sebagai saksi dalam perkara itu, Hari menilai tindakan polisi tersebut sangat berlebihan dan intimidatif.

Selain itu, kata dia, di bulan yang sama terjadi intimidasi dan kekerasan seorang calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Kediri, berjuluk Enthog Gondrong terhadap Samsul Hadi, reporter Radio Bonansa Kediri.

Dengan membawa sejumlah anak buahnya, Enthog mendatangi kantor redaksi Bonansa untuk meminta hak jawab atas pemberitaan yang ditulis Samsul Hadi sebelumnya.

Pihak radio sendiri memenuhi permintaan hak jawab berupa pelurusan pemberitaan selama tujuh hari berturut-turut. Sayangnya, ancaman maupun tindakan intimidasi lainnya oleh Enthog dan anak buahnya tetap dilakukan. Hal tersebut terungkap saat salah satu anak buah Enthog diketahui memukul anggota tubuh Samsul, sambil menebarkan ancaman.

Selama Juli, kata Hari, ada laporan terjadinya pemukulan dan perusakan kamera (handycam) oleh turis asing terhadap Yoni, wartawan TVRI di Kabupaten Madiun. Kekerasan ini terjadi ketika ia sedang mengambil gambar korban kecelakaan lalu lintas, dimana korbannya adalah warga negara asing.

Kasus tersebut terjadi saat Yoni mengambil gambar di Instalasi Gawat Darurat RSUD Madiun. Secara tiba-tiba, salah satu rekan korban yang juga warga asing merebut kameranya sambil memukul. Yoni sendiri berusaha melawan dan melindungi kameranya. Sayangnya, ia justru dikeroyok oleh pemandu jalan (guide). Kasus tersebut akhirnya dilaporkan ke Kepolisian Resor Madiun.

Hari juga mengatakan, dalam catatan AJI Kediri, selama September juga terjadi tindak kekerasan kepada jurnalis yang dilakukan warga Diwek, Kabupaten Jombang terhadap wartawan RCTI Mochtar Bagus.

Ia diusir dengan paksa saat meliput pesta petasan bersama sejumlah wartawan lain di daerah tersebut.

Mochtar sendiri sudah berusaha menjelaskan kedatangannya. Namun, dengan tiba-tiba ia dikeroyok dan dipukuli hingga mendapatkan perawatan yang intensif dari rumah sakit setempat. Polisi sendiri sudah menangkap tiga orang pelaku pengeroyokan tersebut.

Hari mengatakan, tindak kekerasan tersebut sudah mengalami pergeseran dari tahun ke tahun. Jika sebelumnya dilakukan dalam bentuk intimidasi baik oleh pejabat pemerintah maupun aparat kepolisian, saat ini perilaku itu berubah dilakukan oleh masyarakat umum.

"Pemahaman publik terhadap profesi jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik masih sangat rendah," katanya mengungkapkan.

Untuk itu, kata dia, selain jurnalis juga harus memperhatikan keselamatan saat menjalankan tugas, pihaknya juga menekankan agar pemerintah maupun aparat penegak hukum mampu memberikan perlindungan penuh.

Pihaknya juga meminta, agar masyarakat lebih memahami peran jurnalis sebagai kontrol sosial, sekaligus penyambung lidah rakyat yang dilindungi oleh undang-undang.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009