Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama menyebut Kementerian Agama justru diuntungkan setelah kalah di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta atas gugatan kepada Kemenag soal Surat Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah 323/2019.

Kepada wartawan di Jakarta, Jumat, Wakil Ketua Umum Asbihu NU, KH Hafidz Taftazani, mengatakan Kemenag diuntungkan karena kini berangsur prasangka buruk soal penyelenggaraan haji dan umrah menjadi memudar.

"Kecurigaan ini hilang dengan dicabutnya SK Dirjen itu. Maka, ini menguntungkan Kemenag karena hilangnya suudzon dari para 'silent majority', yaitu penyelenggara yang selama ini gak berani ngomong apa-apa ada sesuatu yang terjadi pada SK 323/2019," kata dia.

Baca juga: Aceh ikut edaran menteri terkait Idul Adha dan kurban dalam COVID-19

Adapun SK Dirjen PHU 323/2019 tentang Pedoman Pendaftaran Jamaah Umrah (Siskopatuh) disorot sejumlah pelaku usaha travel dan unsur masyarakat karena justru menyulitkan bisnis umrah dan prosedur mendaftarnya.

Hafidz mengatakan SK 323/2019 mewajibkan ada setoran awal bagi calon jamaah umrah yang membuat ada dugaan optimalisasi dana itu tanpa transparansi.

Tanpa melibatkan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), dia mengatakan Kemenag menggolkan SK 323/2019 dan menetapkan besaran setoran awal. Terjadi banyak protes sehingga sejumlah PPIU mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta dan menang perkara sehingga Kemenag atas amar putusan diminta membatalkan SK 323/2019.

Kemudian, Hafidz mengatakan buruk sangka PPIU terhadap Kemenag semakin pudar setelah SK 323/2019 dikalahkan PTUN Jakarta. Menurut dia, penerapan sistem Sikopatuh membuat bank tidak bisa lagi memungut uang administrasi Rp5 ribu per jamaah yang akan membayar setoran awal umrah.

"Saya yang biasanya setor uang ke rekening sebesar Rp20 juta gak bayar. Tapi, ke Siskopatuh setor uang untuk jamaah saya kenapa harus ada administrasi Rp5 ribu. Administrasi semacam ini kan dipertanyakan? Tapi, suudzon ini sudah terlepas dengan dicabutnya SK itu," katanya.

Baca juga: Kesthuri persoalkan aturan setoran awal umrah

Kiai Hafidz menambahkan sebelumnya sejumlah PPIU sudah bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menjamin keselamatan jamaah. Skema kemitraan saling menguntungkan karena ada pengembalian sekitar 15-25 persen dari premi kepada PPIU.

Akan tetapi, kata dia, SK 323/2019 membuat perusahaan asuransi tidak membayar pengembalian premi kepada PPIU tetapi kepada bank.

"Kan itu menjadi aneh, terjadi suudzon lagi. Artinya saya sebagai perusahaan kehilangan momentum juga untuk mendapatkan keuntungan dari asuransi," kata dia.

Namun, menurut Hafidz, setelah SK 323/2019 nanti dicabut semua kecurigaan tersebut hilang. Karena itu, kekalahan Kemenag di pengadilan sebenarnya sangat menguntungkan secara moral bagi Kemenag.

Dia berharap Kemenag tidak mengeluarkan lagi kebijakan yang bisa menimbulkan kecurigaan dari para penyelenggara ibadah umrah.

"Kita berharap tidak ada suudzon lain, SK Dirjen itu tidak menjelma menjadi SK lain yang isinya sama, yang tentu akan dirasakan sama," katanya.

Baca juga: Bisnis umrah dan haji khusus lesu, Amphuri optimalkan koperasi
Baca juga: Kabar baik, ini skenario pelaksanaan ibadah haji, umrah saat COVID-19
Baca juga: Indonesia apresiasi keputusan Saudi batasi jamaah haji

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020