Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia membentuk Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi (TPPE), sebuah kelompok kerja non-struktural yang bertugas memetakan potensi dan memanfaatkan peluang ekonomi di tengah pandemi COVID-19.

"Kita melihat ada peluang (ekonomi, red), khususnya terkait industri kesehatan dan vaksin, sehingga tim ini pun bergerak cepat untuk mendukung industri dalam negeri terus berkreasi jadi pemain global selama pandemi," kata Ketua TPPE Kemenlu RI, Cecep Herawan saat sesi pengarahan media di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Jumat, sebagaimana disiarkan langsung lewat aplikasi Zoom.

Cecep, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri RI, menjelaskan Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi nantinya akan berkoordinasi dan bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian BUMN, khususnya dalam memanfaatkan peluang ekonomi dan investasi selama pandemi.

Namun, mitra TPPE tidak terbatas pada badan usaha milik negara, tetapi juga sektor swasta, dan pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM).

Berbeda dari tim kerja struktural, TPPE menekankan pada kecepatan proses, terutama dalam urusan birokrasi.

"Tim ini tidak bersifat struktural, kerjanya lentur, dan menekankan pada kecepatan proses. Tidak ada sekat antara Ibu Menlu (Retno Marsudi, red) dan Pak Wamenlu (Mahendra Siregar, red). Tim ini dalam komunikasinya bersifat cepat, informal, dan lebih ke operasionalisasi struktur kementerian lembaga yang ada sehingga peluang yang ada bisa diraih bersama," terang Cecep.

Ia pun berharap pembentukan TPPE juga dapat diduplikasi di kementerian dan lembaga lain.

"Tim serupa (rencananya, red) akan diduplikasi di kementerian lembaga sehingga ada satu sinergi utuh dan kokoh dari berbagai kementerian," tambah dia.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri RI Mahendra Siregar mengatakan peluang untuk mendatangkan investor dan memperluas jangkauan industri dalam negeri terbuka luas selama pandemi. Pasalnya, pandemi COVID-19 mengingatkan banyak negara bahwa rantai pasok barang dunia tidak dapat terpusat di satu negara karena terlalu berisiko.

"Sebelum pandemi, perusahaan dan negara hanya mengandalkan rantai pasok dunia pada basis efisiensi dan daya saing. Akibatnya, banyak rantai pasok bertumpu pada satu negara dan kemudian saat COVID-19, membuktikan struktur rantai pasok seperti itu sangat berisiko," terang Mahendra.

Dengan demikian, Indonesia harus memanfaatkan kebutuhan para pelaku industri yang ingin melakukan diversifikasi atau membangun tempat usahanya agar tidak terpusat di satu negara, kata Mahendra.

"Indonesia bisa meningkatkan posisinya agar lebih strategis untuk industri global supply chain ke depan," ujar dia.

Sejalan dengan itu, Kementerian Luar Negeri RI dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kesempatan berbeda di Jakarta, Jumat, meneken nota kesepahaman kerja sama untuk mendukung upaya ekspansi BUMN ke luar negeri atau "BUMN Go Global".

Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, salah satu tujuan "BUMN Go Global" untuk memperbaiki rantai pasok barang di dalam negeri sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar untuk produk buatan asing.

"Selama ini kita hanya jadi market (pasar, red), tetapi sampai kapan? Ini yang kita harapkan dengan kita melakukan akuisisi dengan perusahaan luar negeri. Tujuannya, sederhana, yaitu memperbaiki supply chain kita. Ini harus benar-benar memperbaiki ekosistem (bisnis, red) yang kita harapkan untuk bangsa kita," kata Erick dalam sambutannya saat upacara tanda tangan MoU.

Baca juga: Pengusaha usulkan ada komite percepatan pemulihan ekonomi nasional
Baca juga: Menteri PPN: Percepatan pemulihan sosial ekonomi fokus RKP 2021
Baca juga: KKP realokasi anggaran Rp483 miliar percepat pemulihan ekonomi

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020