Ambang batas mencalonkan presiden diturunkan dari 20 persen menjadi 10 hingga 15 persen.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi menyebutkan ada kecenderungan dari fraksi-fraksi di DPR untuk menurunkan ambang batas mencalonkan presiden atau presidential threshold menjadi 10—15 persen yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pemilu.

"Setidaknya partisipasi masyarakat untuk bisa ikut kontestasi pemilu presiden tidak dalam ruang yang sempit sehingga kita ingin agar ambang batas mencalonkan presiden diturunkan dari 20 persen menjadi 10—15 persen," kata Arwani dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "Ke Mana Arah RUU Pemilu?" di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa.

Terkait dengan presidential threshold, kata dia, di kalangan fraksi-fraksi sudah ada pemahaman bahwa pembelahan politik pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 menjadi pelajaran bagi semua pihak.

Oleh karena itu, fraksi-fraksi di DPR sepakat untuk menghindari pembelahan politik, seperti di Pilpres 2019.

Baca juga: Komisi II: 3 indikator harus dijaga dalam pelaksanaan Pilkada

Namun, menurut Arwani, yang lebih penting adalah bagaimana membuka seluas-luasnya potensi munculnya calon-calon presiden.

"Setidaknya partisipasi masyarakat untuk bisa ikut kontestasi presiden itu tidak dalam ruang yang sempit sehingga kita ingin agar presidential threshold tersebut diturunkan dari 20 persen ke antara 10—15 persen," ujarnya.

Politikus PPP itu mengatakan bahwa wacana pengaturan presidential threshold dalam RUU Pemilu berbeda dengan wacana ambang batas parlemen yang memiliki perbedaan pada pandangan masing-masing fraksi.

Terkait dengan presidential threshold, lanjut dia, fraksi-fraksi memiliki pandangan yang sama agar tidak terjadi pembelahan politik pada pilpres mendatang.

Dalam diskusi tersebut, anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan bahwa pelaksanaan Pilpres 2019 menjadi pelajaran berharga, yaitu terjadi pembelahan politik di tengah masyarakat.

Baca juga: Yasonna harap Perppu Pilkada Serentak 2020 disahkan jadi UU

Menurut dia, dengan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen, membuat pilpres hanya diikuti dua kandidat, padahal jumlah warga Indonesia ada sebanyak 265 juta jiwa.

"Makin banyak pilihan calon presiden maka makin bagus sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan siapa yang akan diharapkan untuk memimpin bangsa dan negara ini 5 tahun mendatang," katanya.

Politikus PAN tersebut mengatakan bahwa pengalaman pada Pilpres 2019 jangan sampai terjadi lagi karena kurang pas dalam rangka kebersamaan dan membangun persatuan dan kesatuan.

Ia menyarankan agar ambang batas pencalonan presiden disamakan dengan angka ambang batas parlemen.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020