Bengkulu (ANTARA) - Kepala Bidang (Kabid) Penanganan Fakir Miskin Dinsos Bengkulu Tarmizi Hud meminta ANTARA menunggu saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (22/06) karena ia sedang melayani tamu.

Ihwal pertemuan yakni ketika ANTARA mengirimkan pesan daring ke Kepala Dinas Sosial Provinsi Bengkulu Iskandar ZO tentang permohonan wawancara terkait penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) COVID-19, namun Iskandar mengutus bawahannya untuk melayani wawancara tersebut.

Tarmizi kemudian mengkonfirmasi permohonan wawancara itu dan meminta wawancara dilakukan di ruang kerjanya pukul 14.00 WIB.

Mulanya Tarmizi menolak keterangannya direkam karena ada beberapa hal yang lebih dulu ingin dia jelaskan sebelum ANTARA menyodorkan pertanyaan-pertanyaan seputar penyaluran BST COVID-19.

"Nanti dulu direkam biar saya sampaikan dulu prolognya," kata dia sambil mengeluarkan beberapa kertas dalam map warna biru yang kemudian diketahui ternyata data mengenai penyaluran BST COVID-19.

Setelah itu, Tarmizi baru mengakui bahwa Dinas Sosial Provinsi Bengkulu sebenarnya tidak memiliki data terbaru perkembangan penyaluran BST COVID-19 di Provinsi Bengkulu.

Ia mengaku laporan terakhir mengenai data penyaluran BST COVID-19 tahap kedua yang diterimanya adalah akhir Mei lalu.

Laporan itu menyebutkan BST COVID-19 tahap kedua telah disalurkan kepada 21.606 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Provinsi Bengkulu.

Rinciannya, PT Pos Indonesia telah menyalurkan ke 20.664 KPM, BRI 930 KPM, BNI 44 KPM dan Bank Mandiri sama sekali belum menyalurkan.

Menurutnya, buruknya koordinasi antara dinas sosial kabupaten dan kota dengan dinas sosial provinsi menjadi penyebab semrawutnya data perkembangan penyaluran BST COVID-19 ini.

Padahal, kata dia, dinas sosial di kabupaten dan kota saat melaporkan perkembangan penyaluran BST COVID-19 ke Kementerian Sosial (Kemensos) harus ditembuskan ke dinas sosial provinsi.

"Kalau diminta baru mereka berikan datanya tapi kalau tidak, ya, tidak diberikan, makanya kadang kami juga kesulitan menjawab ketika ditanyai oleh media soal ini," ucapnya.

Kacaunya lagi, empat perusahaan BUMN yang ditunjuk Pemerintah untuk menyalurkan BST COVID-19 terkadang juga tidak melaporkan perkembangan penyaluran ke Dinas Sosial Provinsi Bengkulu.

Begitu pula dengan Koordinator Daerah (Korda) yang ditunjuk di seluruh kabupaten dan kota di Bengkulu juga kerap tidak melaporkan perkembangan data penyaluran.

Kendati demikian, Tarmizi mengaku jika Dinas Sosial Provinsi Bengkulu selalu mengawasi penyaluran BST COVID-19 tersebut.

"Terakhir hari pekan lalu ada pegawai yang kita kirim untuk memantau penyaluran di Kabupaten Lebong dan benar ternyata di sana masih penyaluran tahap kedua," ujaarnya.


Baca juga: Kejari segera tentukan nasib wali kota Bengkulu


Pos sudah 88 persen

ANTARA kemudian menghubungi Kepala Kantor Pos Cabang Bengkulu Guntama Pramudya untuk mendapat data perkembangan penyaluran BST COVID-19.

Ia mengklaim hingga kini persentase BST COVID-19 yang telah disalurkan oleh pihaknya ke 128 kecamatan yang ada di Provinsi Bengkulu sudah mencapai 88,81 persen.

Angka itu meningkat lebih dari satu persen dibandingkan pada 16 Juni lalu yang baru disalurkan ke 54,366 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Bengkulu.

Sedangkan total kuota yang diberikan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk penerima BST COVID-19 di Provinsi Bengkulu sebanyak 60 ribu KPM.

Namun, BST COVID-19 itu disalurkan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah diantaranya PT Pos Indonesia, Bank Mandiri, BNI dan BRI.

Untuk tahap pertama, kata dia, persentase penyaluran mencapai 92 persen, hal itu mengingat ada delapan persen data penerima yang tidak disalurkan.

"Karena ada yang meninggal, sudah dianggap mampu dan juga sudah menerima bantuan dari program lain," paparnya.

Ia memastikan penyaluran BST COVID-19 oleh PT Pos Indonesia dilakukan dengan menerapkan protokol pencegahan penularan virus corona jenis baru, seperti membuat antrean dengan jarak aman.

Pihak Pos bahkan telah menyalurkan BST COVID-19 ke 131 KPM di Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

Bahkan, karena Pulau Enggano merupakan bagian dari pulau terluar Indonesia, maka penyalurannya dilakukan sekaligus tiga tahap yakni untuk periode April, Mei dan Juni.

Sehingga, setiap KPM di Pulau Enggano menerima BST COVID-19 senilai Rp1,8 juta, mengingat setiap periode diterima Rp600 ribu.

Baca juga: Menteri Sosial serahkan bantuan senilai Rp1 miliar untuk Bengkulu


Warga terima bantuan

Beberapa waktu lalu, seorang warga Desa Pulau Panggung, Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, Hardi mendatangi kantor camat setempat.

Kedatangannya tak lain untuk memprotes kepada camat dan kepala desa lantaran dirinya tak masuk dalam penerima bantuan sosial baik Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun Bantuan Sosial Tunai (BST).

Padahal, ia mengklaim pantas menerima lantaran masuk dalam kategori warga kurang mampu.

"Saya ingin menyampaikan protes dan bertanya kenapa saya yang warga kurang mampu ini tidak masuk dalam data penerima, sementara pekerjaan saya serabutan dan rumah bisa lihat sendiri hanya dinding papan, selain saya, banyak juga yang tidak dapat," katanya ketus.

Hardi menuturkan, berdasarkan keterangan dari kades jika dirinya tak masuk dalam data penerima lantaran berada dalam satu rumah bersama dengan mertuanya, sehingga pihak desa hanya memberikan bantuan kepada mertuanya.

Ia juga menyayangkan masih ditemukan adanya warga yang istrinya Aparatur Sipil Negara (ASN), namun mendapatkan bantuan.

"Alasannya, mertua saya tinggal di rumah saya, padahal informasi yang benar jika mertua saya sudah lama tidak tinggal bersama," kata Hardi.

Tarmizi pun tak menampik ketika ANTARA menyampaikan kisah yang dialami warga Kabupaten Bengkulu Tengah itu.

Dia mengakui banyak menerima laporan mengenai warga yang masuk dalam kategori miskin tetapi tidak menerima bantuan.

Namun, menurutnya, dengan regulasi yang ada saat ini, ditambah surat edaran nomor 11 tahun 2020 tentang penggunaan data terpadu kesejahteraan sosial dalam pemberian bantuan sosial yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seharusnya menjamin seluruh warga miskin mendapat bantuan.

Misalnya, kata dia, jika warga tersebut tidak masuk sebagai penerima Program Bantuan Sembako, Program Keluarga Harapan (PKH) dan program Bantuan Sosial Tunai (BST), maka warga itu seharusnya tetap menerima bantuan yang bersumber dari dana desa.

"Dengan semua program milik pemerintah seharusnya tidak ada yang terlewatkan dan tidak ada warga miskin yang tidak menerima bantuan," ujarnya.

Warga tersebut harus terdaftar di pusat Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, namun jika belum terdaftar tetapi warga tersebut memenuhi kriteria untuk menerima bantuan maka tetap wajib diberikan bantuan.

"Tetapi setelah menerima bantuan dia harus disusul dengan mendaftar di DTKS berdasarkan surat edaran KPK, artinya jangan sampai ada satupun warga miskin yang tidak menerima bantuan," katanya.

Menurutnya, dengan berbagai regulasi itu tidak ada lagi alasan bagi pemerintah desa untuk tidak memberikan bantuan kepada warga miskin.

"Bantuan dengan dana desa itu bayarannya juga sama Rp600 ribu selama tiga bulan," ucapnya.

Baca juga: PUPR siap bedah 2.000 rumah tidak layak huni di Bengkulu


Data tidak valid

Sementara itu, pengamat sosial dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) Elfahmi Lubis menyebut semrawutnya data penyaluran bantuan sosial ini disebabkan pendataan warga miskin yang tidak valid.

"Pengambilan data itu sering dikira-kira saja tidak langsung melakukan data keliling di lapangan, jadinya data warga miskin ini selalu berubah-ubah," ujarnya.

Selain itu, Elfahmi menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa penyaluran bansos ini kerap tidak tetap sasaran.

Selain karena pendataan yang tidak valid, penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran juga dipengaruhi oleh praktik nepotisme.

"Banyak juga mereka yang menerima bantuan itu dikarenakan kedekatan dengan kepala desa atau perangkat desa lainnya, padahal mereka itu masuk dalam kategori orang yang mampu," katanya.

Selain itu, faktor politik juga mempengaruhi banyaknya penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran.

Misalnya, kata Elfahmi, kepala desa tidak memasukkan warga yang tidak memilihnya saat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) ke daftar penerima bansos.

Apalagi di desa mudah memetakan orang yang mendukung atau tidak karena lingkupnya kecil, jadi mudah ditemukan alasan politis itu.*

Baca juga: ACT Sumbar segera salurkan bantuan untuk korban banjir Bengkulu

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020