pemerintah harus merancang kebijakan ekonomi dan relaksasi fiskal, maupun moneter dalam prioritas kepentingan nasional yang lebih besar
Jakarta (ANTARA) - Perubahan berbagai tatanan kehidupan akibat pandemi COVID-19 dinilai tidak hanya melahirkan tantangan baru, tapi juga sekaligus melahirkan berbagai peluang baru dalam kegiatan ekonomi dan dunia usaha.

Kondisi ini menuntut adanya pola baru dalam pendekatan kebijakan di berbagai sektor ekonomi, baik dalam tataran kebijakan (pemerintah) maupun dunia usaha, agar pandemi ini bisa menjadi momentum yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi ke depan, dengan mengutamakan national interest.

“National interest (kepentingan nasional) harus menjadi kata kunci bagi semua pihak agar berbagai tantangan dan peluang yang muncul akibat pandemi COVID-19 ini bisa menjadi momentum besar menuju negara industri maju, berpenghasilan dan daya tahan tinggi menghadapi krisis,” kata Wakil Ketua DPR-RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, di Jakarta, Senin.

Baca juga: Luhut jelaskan rencana pemulihan ekonomi nasional pada siswa polisi

Menurut Rachmat, pengambil kebijakan baik di pemerintah maupun di perusahaan mau tidak mau harus mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan yang sudah dan akan terjadi dengan cara berpikir kreatif, dan berani melakukan shifting pola kerja baru.

Pandemi COVID-19 telah menimbukan perubahan yang sangat besar bahkan bisa dikatakan revolusi dalam dinamika ekonomi. Cara pandang konsumen terhadap produk dan perdagangan, telah berubah drastis. Pandemi dalam waktu singkat mengubah perilaku konsumen dari transaksi konvensional ke pola dalam jaringan (online).

Begitu juga pada dunia usaha seperti di sektor industri manufaktur. Pandemi membuat pelaku industri harus menata ulang supply chain atau rantai pasok. Pasalnya, tuntutan harga jual kian kompetitif, dan sistem transaksi pembayaran dituntut semakin ideal.

Menghadapi situasi saat ini dan ke depan, menurut Rachmat, pengambil kebijakan baik di tataran eksekutif, legislatif dan dunia usaha dituntut melakukan strategi "shifting" atau pergeseran dengan tepat agar perekonomian nasional bisa bertahan untuk terus berkembang.

Baca juga: Pemerintah siap tempatkan dana di bank peserta untuk dukung likuiditas

“Ini tidak mudah, namun berbagai tantangan dan peluang yang lahir pasca pandemi ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Optimisme harus dibangun, karena pemerintah bersama pihak terkait, termasuk Bank Indonesia dan lembaga legislatif telah memberikan dukungan maksimal mengatasi krisis. Ditambah lagi dengan supporting teknologi digital yang masif,” katanya.

Melalui strategi shifting diharapkan pelaku usaha dan perekonomian nasional segera bangkit dari depresi ekonomi dalam skala domestik, regional, maupun global. Pelaku usaha juga dituntut semakin cepat beradaptasi terhadap masalah baru yang belum pernah terjadi selama ini.

Bagi dunia usaha, lanjut Rachmat, melakukan shifting bukan hal yang baru, terutama pasca revolusi perkembangan teknologi informasi dan menguatnya peran intelektual buatan atau artificial intelligence.

Berbagai perkembangan ini telah memudahkan pelaku usaha mendapatkan akses ke berbagai sumber kekuatan informasi, baik informasi akses permodalan, informasi bisnis, teknologi, dan pasar, hingga kemudahan mendapatkan sumber bahan baku yang efisien.

Sekarang bagaimana pemerintah melalui kebijakan mampu mengembangkan kebijakan untuk memberi ruang lebih luas, dan stimulus yang memudahkan pelaku dunia usaha dan masyarakat luas untuk beradaptasi terhadap perubahan aktifitas ekonomi pada tatanan kehidupan baru.

“Pemerintah harus merancang kebijakan ekonomi dan relaksasi fiskal, maupun moneter dalam prioritas kepentingan nasional yang lebih besar. Untuk itu, berbagai undang-undang seperti RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang tengah dibahas bersama-sama dengan berbagai asosiasi dunia usaha para ahli harus menjadi aturan yang realistis, agar bisa diimplementasikan secara maksimal,” ujar Rachmat Gobel.

 

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020